Selasa, 25 Desember 2012

Ekobiologi Ikan Pari (Dasyatis sp.)



1.     GAMBARAN UMUM IKAN PARI Dasyatis sp.

Ikan pari (rays) termasuk ke dalam sub kelas elasmobrancii (ikan bertulang rawan). Ikan ini dikenal sebagai ikan batoid, yaitu sekelompok ikan bertulang rawan yang mempunyai ekor seperti cambuk. Ikan ini diperkirakan memiliki lebih dari 300 spesies dan bersifat kosmopolitan di laut (Bond 1979). Distribusi geografis ikan pari sangat luas. Ikan pari ditemukan di perairan tropis, subtropis (beriklim sedang), dan perairan antartika yang dingin.
Berikut klasifikasi ikan pari Dasyatis sp.
Kingdom    : Animalia
Filum          : Chordata
Kelas          : Chondrichthyes
Subkelas     : Elasmobranchii
Ordo           : Myliobatiformes
Famili         : Dasyatidae
Genus         : Dasyatis
Beberapa spesies dari genus Dasyatis   antara lain: D. americana, D. imbricatus, D kuhlii, D. lata, D. longa, D. margarita, D. bennetti, D. brevicaudatus, D. sabina, D. centroura, D. chrysonota, D. marmorata, D. pastinaca, D. margarita, D. margaritella, D. rudis, D. thetidis (Schwartz 2007; Jerez et al. 2011).
Ikan yang relatif lebih datar dibandingkan hiu ini, mempunyai bentuk tubuh gepeng melebar (depressed). Sepasang sirip dada (pectoral fins) yang melebar dan menyatu dengan sisi kiri-kanan kepalanya, membuat tampak atas dan tampak bawah ikan ini terlihat bundar atau oval. Lebar ukuran tubuh ini umumnya dijadikan sebagai acuan untuk melihat pola pertumbuhan dan ukuran saat kematangan gonad (Schwartz 2007; Henningsen & Leaf 2010). Ikan pari umumnya mempunyai ekor yang sangat berkembang, berukuran panjang dan menyerupai cemeti. Berikut pada gambar 1 dan 2 disajikan morfologi ikan pari Dasyatis sp.

 
Gambar 1. Morfologi ikan pari Dasyatis kuhlii.
Tampak dorsal (A) dan tampak lateral (B)
(Sumber:  Theiss et al. 2007)


              
 
Gambar 2. Morfologi ikan pari Dasyatis longa
Tampak ventral (kiri) dan dorsal (kanan)
(Sumber: discoverlife.org)


Ikan pari memiliki celah insang, mulut, anus, serta klasper yang terletak disisi ventral kepala. Bentuk ekor seperti cambuk pada beberapa spesies dengan sebuah atau lebih duri tajam di bagian ventral dan dorsal. Ekor ikan pari pada beberapa spesies dilengkapi duri penyengat yang mengandung racun sehingga disebut stingrays. Mata ikan pari umumnya terletak pada kepala bagian samping. Posisi dan bentuk mulutnya terminal. Alat pernapasan berupa celah insang (gill openings atau gill slits), berjumlah 5-6 pasang. Posisi celah insang berada di dekat mulut pada bagian ventral.
Ukuran ikan pari dewasa bervariasi. Ikan pari yang berukuran relatif kecil memiliki panjang 10 cm dan lebar 5 cm.  Ikan pari terbesar, dikenal juga pari manta, berukuran panjang  700 cm, lebar 610 cm, dan berat 1-3 ton (Bond 1979).

 
Gambar 3. Ikan pari raksasa (Manta birostris)
(Sumber: Wikipedia.org)



2.     EKOLOGI Dasyatis sp.

Ikan pari (famili Dasyatidae) mempunyai variasi habitat yang sangat luas dengan pola sebaran yang unik. Daerah sebaran ikan pari adalah perairan pantai dan kadang masuk ke daerah pasang surut.  Dasyatis sp. banyak ditemukan pada habitat dasar di perairan pesisir (Schwartz 2007).  Habitat ikan pari ini berada di dasar perairan berlumpur, lumpur berpasir, tanah keras, bahkan yang berbatu atau koral.
 Dasyatis pastinaca merupakan salah satu contoh ikan pari yang hidup di perairan dengan substrat lumpur atau pasir dan kadang-kadang memasuki periran dengan substrat batu karang atau ke daerah estuari. Beberapa jenis ikan pari tidak hidup di dasar perairan, melainkan di zona epipelagis, misalnya dari genus Manta. Dasyatis longa memiliki habitat di daerah estuari dengan dasar lumpur atau pasir  minimal pada kedalaman 100 m dibawah permukaan air laut (Garcia et al. 2012).
Perubahan ontogeni juga berpengaruh terhadap habitat Dasyatis sp.  Garcia et al. (2012) menjelaskan bahwa pada saat juvenile, Dasyatis longa akan hidup di habitat dasar berlumpur, ketika dewasa beralih ke dasar dengan substrat berbatu-batu. Jerez et al. (2011) mengungkapkan bahwa D. centroura dan D. pastinaca  banyak ditemukan di sekitar area budidaya ikan di pesisir.
Beberapa speseis Dasyatis umumnya akan memasuki air tawar di area Amerika utara bagian tenggara walaupun tidak sampai menembus ke hulu (Berra 2001).  D. sabina atau yang lebih dikenal dengan sebutan Atlantic stingrays mampu mentolerir variasi salinitas dan dapat masuk ke air tawar. Hal ini telah dilaporkan berdasarkan penelitian di sungai Missisipi, danau Pontchartrain, dan sungai St. Johns. Spesies ini umumnya memiliki habitat di pesisir dangkal dengan dasar berpasir atau berlumpur. Menyukai suhu perairan 15°C dan dapat mentolelir hingga suhu 30°C.
Beberapa Dasyatis tropis hanya ditemukan di perairan tawar Asia, Afrika, Papua New Guinea, dan Australia. Selain itu terdapat pula D. garouaensis yang merupakan pari endemik dari perairan tawar Afrika, D. ukpam  dari persilangan sungai di Nigeria (sungai Ogowe dan sungai Congo), serta D. laosensis spesies endemik dari sungai Mekong, perbatasan antara Laos dan Thailand.


3.     PERTUMBUHAN Dasyatis sp.

Seperti ikan pada umumnya, pertumbuhan ikan pari dipengaruhi oleh dua faktor; faktor dalam dan faktor luar. Faktor dalam dapat berupa genetik, umur atau ukuran, ketahanan terhadap penyakit, dan kemampuan memanfaatkan makanan. Faktor luar berupa pengaruh lingkungan meliputi sifat fisika kimia perairan serta komponen hayati seperti ketersediaan makanan dan kompetisi.
Pola pertumbuhan Dasyatis imricatus telah diteliti oleh Devadoss (1983). Hasil yang didapatkan bahwa hubungan panjang berat ikan jantan adalah W = 0,00004070 x L2,9838 dan untuk ikan betina W = 0,0000009114 x L3,6907. Berdasarkan pola tersebut dapat diketahui bahwa nilai b pada ikan betina lebih besar dibandingkan ikan jantan. Pola pertumbuhan D. imricatus tidak sepenuhnya bersifat isometrik.
Tingkat kedewasaan ikan pari jantan dilihat pada ukuran klaspernya (berfungsi sebagai alat kelamin), sedangkan pari betina didaasarkan pada ada tidaknya telur pada indung telur. Ikan pari jantan muda dicirikan oleh ukuran klasper yang lebih pendek dari sirip perut (pelfic fin), ikan pari mulai dewasa memiliki klasper yang sejajar dengan sirip perut, dan ikan pari dewasa mempunyai klasper yang ukurannya lebih panjang dari sirip perut (gambar 4)

a

  
b

 
c
 
Gambar 4. Perkembangan ikan pari jantan  berdasarkan identifikasi klasper dan sirip perut (a:Ikan pari muda, b: ikan pari pertama dewasa, c: ikan pari dewasa)



4.     REPRODUKSI Dasyatis sp.

Ikan pari merupakan dioecious. Ikan pari jantan dilengkapi sepasang alat kelamin, disebut klasper (clasper) yang terletak di pangkal ekor. Ikan pari betina tidak dilengkapi klasper, tetapi lubang kelaminnya mudah dilihat. Ikan pari berkembang biak secara ovovivivar  dengan jumlah anak sekitar 5-6 ekor.
Pengamatan yang dilakukan pada reproduksi ikan pari Dasyatis pastinaca  menunjukkan hasil bahwa setelah terjadi pembuahan, embrio pada akan mendapatkan energi dari kuning telur yang selanjutnya diberikan suplemen oleh histotrof (uterine milk  yang diperkaya dengan protein, lemak, dan mukosa). Transfer energi ini dilakukan dari induk betina melalui sejumlah uterine epithelium yang disebut troponemata.
Ukuran pertama kali matang gonad ditentukan berdasarkan rata-rata berat tubuh dan rata-rata panjang ikan dan dapat juga berdasarkan perhitungan persentase berat hati dibandingkan berat tubuh (Devadoss 1983). D. americana jantan umumnya matang gonad pada ukuran lebar tubuh 48-52 cm, sedangkan ikan betina pada ukuran lebar tubuh 75-80 cm. Umur saat pertama kali matang gonad pada ikan jantan sekitar 3-4 tahun, sedangkan betina sekitar 5-6 tahun. Karakteristik ini juga mengindikasikan bahwa pertumbuhan dan umur pada saat matang gonad dari D. americana sama seperti pada Dasyatis sp. pada umumnya (Henningsen &Leaf 2010).
Meskipun umur dan ukuran pada saat matang gonad hampir sama pada setiap spesies  Dasyatis, terdapat juga variasi ukuran antar individu pada spesies yang sama. Variasi ini jelas terlihat berbeda berdasarkan sebaran geografis (Henningsen & Leaf 2010). Hal ini mengindikasikan bahwa faktor lingkungan berperan sangat penting bagi pertumbuhan dan kematangan gonad  Dasyatis sp. Kesesuaian habitat, kecukupan makanan, dan kenyamanan ikan (faktor fisika-kimia perairan, predator, pencemaran) menjadi hal penting yang berpengaruh pada proses biologis ikan.
Ilmuwan terdahulu telah melakukan studi untuk melihat hubungan antara ukuran hati dengan saat pertama kali matang gonad. Devadoss (1983) menjelaskan bahwa ada suatu mekanisme perkembangan tertentu pada hati yang terjadi secara signifikan sebelum dan sesudah awal kematangan individu. Berat hati maksimum Dasyatis imbricatus sebesar  6,5% dari berat tubuh rata-rata (220 gr) ditemukan pada ikan-ikan yang betina yang sedang tidak memijah, dan sebesar 3,2% pada ikan jantan dengan berat tubuh rata-rata 190 gr.
Tahap awal dari proses pemijahan menyebabkan berat hati mencapai maksimum, akan tetapi secara berangsur-angsur akan menurun selama perkembangan periode kehamilan. Hati berfungsi sebagai tempat penyimpanan energi yang dikonsumsi selama proses kehamilan sebagai makanan selama perkembangan embrio (Devadoss 1983).


5.     MAKANAN DAN KEBIASAAN MAKAN Dasyatis sp.
Ikan pari termasuk pemakan di dasar perairan (bottom feeder). Ikan ini umumnya bersifat sebagai predator, memiliki gigi kecil-kecil yang berfungsi sebagai penghancur. Tubuh yang berbentuk pipih dorsoventral dengan mulut pada posisi ventral membuat ikan ini sangat cocok untuk mengkonsumsi hewan dasar, baik infauna maupun epifauna.
Garcia et al. (2012) menjelaskan bahwa preferensi makanan untuk ikan-ikan predator, seperti halnya Dasyatis sp. termasuk kompleks. Pilihan makanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya ketersediaan, pergerakan dan kelimpahan mangsa, faktor lingkungan, tahapan perkembangan individu, serta umur.
Berdasarkan analisis isi lambung yang dilakukan Devadoss (1983), dapat diketahui bahwa ikan Dasyatis imbricatus mengkonsumsi krustasea (64,8%); polichaeta (33,5%); gastopoda dan bivalvia (0,3%); serta larva ikan dan ikan muda (1,4%). Umumnya juga ditemukan berbagai jenis butiran pasir pada organ pencernaan ikan pari.
Penelitian yang dilakukan Garcia et al. (2012) memberikan hasil bahwa Dasyatis longa memiliki ruas relung makanan yang sempit. Sebagian besar makanannya berupa udang (49,5%),  ikan (26%), dan stomatopod (15,6%). Penelitian ini juga membuktikan  bahwa terdapat perbedaan makanan yang dikonsumsi berdasarkan tahapan perkembangan individu. D. longa muda hanya  mengkonsumsi udang. Bertambahnya usia menyebabkan kebutuhan nutrisi juga berubah. D. longa dewasa mengonsumsi tidak hanya udang melainkan juga kepiting, stomatopod, dan ikan teleostei. Kebiasaan makan D. longa dipengaruhi oleh ukuran, bukan pada jenis kelamin atau musim. D. longa pada trofik level digolongkan sebagai konsumen sekunder atau tersier. 


6.     PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP PROSES BIOLOGIS Dasyatis sp.

Theiss et al. (2007) melakukan penelitian paparan cahaya yang berbeda terhadap adaptasi sistem sensori pada Dasyatis kuhlii. Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bahwa paparan cahaya yang berbeda menyebabkan perubahan sistem sensori pada D. kuhlii. Paparan cahaya maksimum untuk sistem sensori D. kuhlii terletak pada panjang gelombang 497 nm, sedangkan panjang gelombang <380 nm tidak dapat direspon. Hal ini memandakan bahwa D. kuhlii tidak sensitif terhadap radiasi ultraviolet.
Perubahan lingkungan juga berpengaruh terhadap proses reproduksi pada Dasyatis Sabina. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Johnson dan Snelson (1996) diperoleh hasil bahwa perubahan musim yang ekstrim menyebabkan stress fisiologi pada Dasyatis sabina. Hal ini berdampak pada penurunan heparosomatic index dan lemak hati yang mengindikasikan adanya perubahan proses fisiologis dalam tubuh D. Sabina. Perubahan ini menyebabkan kegagalan proses reproduksi D. Sabina  selama akhir musim gugur dan musim semi tahun 1991 di sungai St. Johnson, Florida.
Perubahan lingkungan juga menyebabkan adanya migrasi Dasyatis sabrina dari laut hingga ke perairan tawar sungai St. Johns, sekitar 300 km dari laut. Migrasi ini merupakan migrasi yang konstan dilakukan oleh D. sabrina. Hasil penelitian Piermarini dan Evans (1998) menunjukkan bahwa D. sabrina telah memiliki mekanisme osmoregulasi untuk beradaptasi terhadap perubahan salinitas.


DAFTAR PUSTAKA
Berra TM. 2001. Freshwater Fish Distribution. California: Academis Press. 606 hal.
Bond CE. 1979. Biology of Fishes. Philadephia: W.B. Saunders Company. 514 hal.
Devadoss P. 1983. Further Observations on the Biology of the Stingray, Dasyatis imbricatus (Schneider) at PortoNovo.  Matsya 9-10; 129-134.
Garcia JL, AF Navia, PAM Falla, EA Rubio. 2012. Feeding Habits and Trophic Ecology of Dasyatis longa (Elasmobranchii: Myliobatiformes): sexual, temporal and ontogenetic effects. Journal of Fish Biology (2012) 80, 1563–1579.

Henningsen AD, RT Leaf. 2010. Observations on the Captive Biology of the Southern Stingray. Transactions of the American Fisheries Society 139:783–791.
http://www. discoverlife.org. [diakses tanggal 28 Juni 2012].
http://www.wikipedia.org. [diakses tanggal 28 Juni 2012].
Jerez PB, DF Jover, I Uglem, PA Lopez, T Dempster, JTB Sempere, CV Pérez, D Izquierdo, PA Bjørn, R Nilsen.2011. Artificial Reefs in Fisheries Management. Edited by Bortone SA,FP Brandini, G Fabi, S Otake. Florida: CRC Press Taylor & Francis Group.

Jobling M. 1995. Environmental Biology of Fishes. London: Chapman & Hall. 454 hal.
Johnson MR, FF Snelson. 1996. Reproductive Life History of the Atlantic Stingrays Dasyatis sabina (Pisces, Dasyatidae) in the Freshwater St. Johns River, Florida. Bulletine of Marine Science 59(1): 74-88.
Piermarini PM, DH Evans. 1998. Osmoregulation of the Atlantic Stingray (Dasyatis sabina) from the Freshwater Lake Jesup of the St. Johns River, Florida. Physiological Zoology 71(5): 553-560.

Schwartz FJ. 2007. A Survey of Tail Spine Characteristics of Stingrays Frequenting African, Arabian to Chagos-Maldive Archipelago Waters. Smithiana Bulletin 8: 41-52.
Theiss SM, TJ Lisney, SP Collin, NS Hart. 2007. Colour Vision and Visual Ecology of the Blue-spotted Maskray, Dasyatis kuhlii Mu¨ ller & Henle, 1814. J Comp Physiol A 193:67–79.