1.
GAMBARAN UMUM IKAN PARI Dasyatis sp.
Ikan
pari (rays) termasuk ke dalam sub kelas
elasmobrancii (ikan bertulang rawan). Ikan ini dikenal sebagai ikan batoid,
yaitu sekelompok ikan bertulang rawan yang mempunyai ekor seperti cambuk. Ikan
ini diperkirakan memiliki lebih dari 300 spesies dan bersifat kosmopolitan di
laut (Bond 1979). Distribusi geografis ikan pari sangat luas. Ikan pari
ditemukan di perairan tropis, subtropis (beriklim sedang), dan perairan
antartika yang dingin.
Berikut klasifikasi
ikan pari Dasyatis sp.
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Chondrichthyes
Subkelas : Elasmobranchii
Ordo : Myliobatiformes
Famili : Dasyatidae
Genus : Dasyatis
Beberapa
spesies dari genus Dasyatis antara lain: D. americana, D. imbricatus, D kuhlii, D. lata, D. longa, D. margarita, D. bennetti, D. brevicaudatus, D. sabina,
D. centroura, D. chrysonota, D. marmorata, D. pastinaca, D.
margarita, D.
margaritella, D. rudis, D. thetidis (Schwartz
2007; Jerez et al. 2011).
Ikan
yang relatif lebih datar dibandingkan hiu ini, mempunyai bentuk tubuh gepeng
melebar (depressed). Sepasang sirip
dada (pectoral fins) yang melebar dan
menyatu dengan sisi kiri-kanan kepalanya, membuat tampak atas dan tampak bawah
ikan ini terlihat bundar atau oval. Lebar ukuran tubuh ini umumnya dijadikan
sebagai acuan untuk melihat pola pertumbuhan dan ukuran saat kematangan gonad (Schwartz
2007; Henningsen & Leaf 2010). Ikan pari umumnya mempunyai ekor yang sangat
berkembang, berukuran panjang dan menyerupai cemeti. Berikut pada gambar 1 dan
2 disajikan morfologi ikan pari Dasyatis sp.
Gambar 1. Morfologi ikan pari Dasyatis kuhlii.
Tampak dorsal (A) dan tampak
lateral (B)
(Sumber: Theiss et
al. 2007)
Gambar 2.
Morfologi ikan pari Dasyatis longa
Tampak ventral
(kiri) dan dorsal (kanan)
(Sumber:
discoverlife.org)
Ikan
pari memiliki celah insang, mulut, anus, serta klasper yang terletak disisi
ventral kepala. Bentuk ekor seperti cambuk pada beberapa spesies dengan sebuah
atau lebih duri tajam di bagian ventral dan dorsal. Ekor ikan pari pada
beberapa spesies dilengkapi duri penyengat yang mengandung racun sehingga
disebut stingrays. Mata ikan pari
umumnya terletak pada kepala bagian samping. Posisi dan bentuk mulutnya
terminal. Alat pernapasan berupa celah insang (gill openings atau gill slits),
berjumlah 5-6 pasang. Posisi celah insang berada di dekat mulut pada bagian
ventral.
Ukuran
ikan pari dewasa bervariasi. Ikan pari yang berukuran relatif kecil memiliki
panjang 10 cm dan lebar 5 cm. Ikan pari
terbesar, dikenal juga pari manta, berukuran panjang 700 cm, lebar 610 cm, dan berat 1-3 ton (Bond
1979).
Gambar 3. Ikan pari raksasa (Manta birostris)
(Sumber: Wikipedia.org)
2.
EKOLOGI Dasyatis
sp.
Ikan pari (famili Dasyatidae) mempunyai variasi
habitat yang sangat luas dengan pola sebaran yang unik. Daerah sebaran ikan
pari adalah perairan pantai dan kadang masuk ke daerah pasang surut. Dasyatis sp. banyak
ditemukan pada habitat dasar di perairan pesisir (Schwartz 2007). Habitat ikan pari ini berada di dasar perairan
berlumpur, lumpur berpasir, tanah keras, bahkan yang berbatu atau koral.
Dasyatis pastinaca merupakan salah satu
contoh ikan pari yang hidup di perairan dengan substrat lumpur atau pasir dan
kadang-kadang memasuki periran dengan substrat batu karang atau ke daerah
estuari. Beberapa jenis ikan pari tidak hidup di dasar perairan, melainkan di
zona epipelagis, misalnya dari genus Manta.
Dasyatis longa memiliki habitat
di daerah estuari dengan dasar lumpur atau pasir minimal pada kedalaman 100 m dibawah permukaan
air laut (Garcia et al. 2012).
Perubahan ontogeni juga berpengaruh terhadap habitat
Dasyatis sp. Garcia et
al. (2012) menjelaskan bahwa pada saat juvenile, Dasyatis longa akan hidup di habitat dasar berlumpur, ketika dewasa
beralih ke dasar dengan substrat berbatu-batu. Jerez et al. (2011) mengungkapkan bahwa D. centroura dan D. pastinaca banyak
ditemukan di sekitar area budidaya ikan di pesisir.
Beberapa
speseis Dasyatis umumnya akan memasuki air tawar di area Amerika utara
bagian tenggara walaupun tidak sampai menembus ke hulu (Berra 2001). D. sabina atau yang lebih
dikenal dengan sebutan Atlantic stingrays mampu mentolerir variasi
salinitas dan dapat masuk ke air tawar. Hal ini telah dilaporkan berdasarkan
penelitian di sungai Missisipi, danau Pontchartrain, dan sungai St. Johns.
Spesies ini umumnya memiliki habitat di pesisir dangkal dengan dasar berpasir
atau berlumpur. Menyukai suhu perairan 15°C dan dapat mentolelir hingga suhu
30°C.
Beberapa Dasyatis
tropis hanya ditemukan di perairan tawar Asia, Afrika, Papua New Guinea, dan
Australia. Selain itu terdapat pula D. garouaensis yang merupakan pari endemik dari perairan tawar
Afrika, D.
ukpam dari persilangan sungai di Nigeria (sungai Ogowe
dan sungai Congo), serta D. laosensis
spesies endemik dari sungai
Mekong, perbatasan antara Laos dan Thailand.
3.
PERTUMBUHAN Dasyatis
sp.
Seperti ikan pada
umumnya, pertumbuhan ikan pari dipengaruhi oleh dua faktor; faktor dalam dan
faktor luar. Faktor dalam dapat berupa genetik, umur atau ukuran, ketahanan
terhadap penyakit, dan kemampuan memanfaatkan makanan. Faktor luar berupa
pengaruh lingkungan meliputi sifat fisika kimia perairan serta komponen hayati
seperti ketersediaan makanan dan kompetisi.
Pola pertumbuhan Dasyatis imricatus telah diteliti oleh
Devadoss (1983). Hasil yang didapatkan bahwa hubungan panjang berat ikan jantan
adalah W = 0,00004070 x L2,9838
dan untuk ikan betina W = 0,0000009114 x L3,6907.
Berdasarkan pola tersebut dapat diketahui bahwa nilai b pada ikan betina lebih
besar dibandingkan ikan jantan. Pola pertumbuhan D. imricatus tidak sepenuhnya bersifat isometrik.
Tingkat kedewasaan ikan
pari jantan dilihat pada ukuran klaspernya (berfungsi sebagai alat kelamin),
sedangkan pari betina didaasarkan pada ada tidaknya telur pada indung telur.
Ikan pari jantan muda dicirikan oleh ukuran klasper yang lebih pendek dari
sirip perut (pelfic fin), ikan pari
mulai dewasa memiliki klasper yang sejajar dengan sirip perut, dan ikan pari
dewasa mempunyai klasper yang ukurannya lebih panjang dari sirip perut (gambar
4)
|
a
b
c
Gambar 4. Perkembangan ikan pari jantan berdasarkan identifikasi klasper dan sirip
perut (a:Ikan pari muda, b: ikan pari pertama dewasa, c: ikan pari dewasa)
4.
REPRODUKSI Dasyatis
sp.
Ikan pari merupakan dioecious.
Ikan pari jantan dilengkapi sepasang alat kelamin, disebut klasper (clasper) yang terletak di pangkal ekor.
Ikan pari betina tidak dilengkapi klasper, tetapi lubang kelaminnya mudah
dilihat. Ikan pari berkembang biak secara ovovivivar dengan jumlah anak sekitar 5-6 ekor.
Pengamatan yang
dilakukan pada reproduksi ikan pari Dasyatis
pastinaca menunjukkan hasil bahwa setelah
terjadi pembuahan, embrio pada akan mendapatkan energi dari kuning telur yang
selanjutnya diberikan suplemen oleh histotrof (uterine milk yang diperkaya
dengan protein, lemak, dan mukosa). Transfer energi ini dilakukan dari induk
betina melalui sejumlah uterine epithelium
yang disebut troponemata.
Ukuran pertama kali
matang gonad ditentukan berdasarkan rata-rata berat tubuh dan rata-rata panjang
ikan dan dapat juga berdasarkan perhitungan persentase berat hati dibandingkan
berat tubuh (Devadoss 1983). D. americana
jantan umumnya matang gonad pada ukuran lebar tubuh 48-52 cm, sedangkan ikan betina pada ukuran lebar tubuh 75-80 cm. Umur saat
pertama kali matang gonad pada ikan jantan sekitar 3-4 tahun, sedangkan betina
sekitar 5-6 tahun. Karakteristik ini juga mengindikasikan bahwa pertumbuhan dan
umur pada saat matang gonad dari D.
americana sama seperti pada Dasyatis sp. pada umumnya (Henningsen &Leaf
2010).
Meskipun
umur dan ukuran pada saat matang gonad hampir sama pada setiap spesies Dasyatis,
terdapat juga variasi ukuran antar individu pada spesies yang sama. Variasi ini
jelas terlihat berbeda berdasarkan sebaran geografis (Henningsen
& Leaf 2010). Hal ini mengindikasikan bahwa
faktor lingkungan berperan sangat penting bagi pertumbuhan dan kematangan
gonad Dasyatis sp. Kesesuaian habitat, kecukupan makanan, dan kenyamanan
ikan (faktor fisika-kimia perairan, predator, pencemaran) menjadi hal penting
yang berpengaruh pada proses biologis ikan.
Ilmuwan terdahulu telah
melakukan studi untuk melihat hubungan antara ukuran hati dengan saat pertama
kali matang gonad. Devadoss (1983) menjelaskan bahwa ada suatu mekanisme
perkembangan tertentu pada hati yang terjadi secara signifikan sebelum dan
sesudah awal kematangan individu. Berat hati maksimum Dasyatis imbricatus sebesar 6,5% dari berat tubuh rata-rata (220 gr)
ditemukan pada ikan-ikan yang betina yang sedang tidak memijah, dan sebesar
3,2% pada ikan jantan dengan berat tubuh rata-rata 190 gr.
Tahap awal dari proses
pemijahan menyebabkan berat hati mencapai maksimum, akan tetapi secara
berangsur-angsur akan menurun selama perkembangan periode kehamilan. Hati berfungsi
sebagai tempat penyimpanan energi yang dikonsumsi selama proses kehamilan sebagai
makanan selama perkembangan embrio (Devadoss 1983).
5. MAKANAN DAN KEBIASAAN MAKAN Dasyatis
sp.
Ikan
pari termasuk pemakan di dasar perairan (bottom
feeder). Ikan ini umumnya bersifat sebagai predator, memiliki gigi
kecil-kecil yang berfungsi sebagai penghancur. Tubuh yang berbentuk pipih
dorsoventral dengan mulut pada posisi ventral membuat ikan ini sangat cocok
untuk mengkonsumsi hewan dasar, baik infauna maupun epifauna.
Garcia
et al. (2012) menjelaskan bahwa
preferensi makanan untuk ikan-ikan predator, seperti halnya Dasyatis sp. termasuk kompleks. Pilihan
makanan ini dipengaruhi oleh berbagai faktor misalnya ketersediaan, pergerakan
dan kelimpahan mangsa, faktor lingkungan, tahapan perkembangan individu, serta
umur.
Berdasarkan
analisis isi lambung yang dilakukan Devadoss (1983), dapat diketahui bahwa ikan
Dasyatis imbricatus mengkonsumsi krustasea (64,8%); polichaeta (33,5%);
gastopoda dan bivalvia (0,3%); serta larva ikan dan ikan muda (1,4%). Umumnya
juga ditemukan berbagai jenis butiran pasir pada organ pencernaan ikan pari.
Penelitian
yang dilakukan Garcia et al. (2012)
memberikan hasil bahwa Dasyatis longa memiliki
ruas relung makanan yang sempit. Sebagian besar makanannya berupa udang (49,5%),
ikan (26%), dan stomatopod (15,6%).
Penelitian ini juga membuktikan bahwa
terdapat perbedaan makanan yang dikonsumsi berdasarkan tahapan perkembangan
individu. D. longa muda hanya
mengkonsumsi udang. Bertambahnya usia menyebabkan kebutuhan nutrisi juga
berubah. D. longa dewasa mengonsumsi tidak hanya udang melainkan juga kepiting,
stomatopod, dan ikan teleostei. Kebiasaan
makan D. longa dipengaruhi oleh ukuran, bukan pada jenis kelamin atau
musim. D. longa pada trofik level digolongkan sebagai konsumen sekunder atau
tersier.
6.
PENGARUH FAKTOR LINGKUNGAN TERHADAP PROSES BIOLOGIS Dasyatis sp.
Theiss
et al. (2007) melakukan penelitian
paparan cahaya yang berbeda terhadap adaptasi sistem sensori pada Dasyatis kuhlii. Berdasarkan hasil
penelitian dapat diketahui bahwa paparan cahaya yang berbeda menyebabkan
perubahan sistem sensori pada D. kuhlii.
Paparan cahaya maksimum untuk sistem sensori D. kuhlii terletak pada panjang gelombang 497 nm, sedangkan panjang
gelombang <380 nm tidak dapat direspon. Hal ini memandakan bahwa D. kuhlii tidak sensitif terhadap
radiasi ultraviolet.
Perubahan
lingkungan juga berpengaruh terhadap proses reproduksi pada Dasyatis Sabina. Berdasarkan penelitian
yang dilakukan Johnson dan Snelson (1996) diperoleh hasil bahwa perubahan musim
yang ekstrim menyebabkan stress fisiologi pada Dasyatis sabina. Hal ini berdampak pada penurunan heparosomatic
index dan lemak hati yang mengindikasikan adanya perubahan proses fisiologis
dalam tubuh D. Sabina. Perubahan ini
menyebabkan kegagalan proses reproduksi D.
Sabina selama akhir musim gugur dan
musim semi tahun 1991 di sungai St. Johnson, Florida.
Perubahan
lingkungan juga menyebabkan adanya migrasi Dasyatis
sabrina dari laut hingga ke perairan tawar sungai St. Johns, sekitar 300 km
dari laut. Migrasi ini merupakan migrasi yang konstan dilakukan oleh D. sabrina.
Hasil penelitian Piermarini dan Evans (1998) menunjukkan bahwa D. sabrina
telah memiliki mekanisme osmoregulasi untuk beradaptasi terhadap perubahan
salinitas.
DAFTAR
PUSTAKA
Berra
TM. 2001. Freshwater Fish Distribution. California: Academis Press. 606 hal.
Bond
CE. 1979. Biology of Fishes. Philadephia: W.B. Saunders Company. 514 hal.
Devadoss
P. 1983. Further Observations on the
Biology of the Stingray, Dasyatis imbricatus (Schneider) at PortoNovo. Matsya 9-10; 129-134.
Garcia JL, AF Navia, PAM Falla, EA Rubio. 2012. Feeding Habits and
Trophic Ecology of Dasyatis longa (Elasmobranchii: Myliobatiformes):
sexual, temporal and ontogenetic effects. Journal of Fish
Biology (2012)
80, 1563–1579.
Henningsen AD, RT Leaf. 2010. Observations
on the Captive Biology of the Southern Stingray. Transactions of the American Fisheries Society 139:783–791.
http://www.
discoverlife.org. [diakses tanggal 28 Juni 2012].
http://www.wikipedia.org.
[diakses tanggal 28 Juni 2012].
Jerez PB, DF Jover, I Uglem, PA Lopez, T Dempster, JTB Sempere, CV Pérez,
D Izquierdo, PA Bjørn, R Nilsen.2011. Artificial Reefs in Fisheries Management.
Edited by Bortone SA,FP Brandini, G Fabi, S Otake. Florida: CRC Press Taylor
& Francis Group.
Jobling M.
1995. Environmental Biology of Fishes. London: Chapman & Hall. 454 hal.
Johnson MR, FF Snelson. 1996.
Reproductive Life History of the Atlantic Stingrays Dasyatis sabina (Pisces, Dasyatidae) in the Freshwater St. Johns
River, Florida. Bulletine of Marine
Science 59(1): 74-88.
Piermarini PM, DH
Evans. 1998. Osmoregulation of the
Atlantic Stingray (Dasyatis sabina) from the Freshwater Lake Jesup of
the St. Johns River, Florida. Physiological Zoology 71(5):
553-560.
Schwartz FJ. 2007. A Survey of Tail Spine Characteristics of
Stingrays Frequenting African, Arabian to Chagos-Maldive Archipelago Waters. Smithiana
Bulletin 8: 41-52.
Theiss SM, TJ Lisney, SP Collin, NS Hart. 2007. Colour
Vision and Visual Ecology of the Blue-spotted Maskray, Dasyatis kuhlii Mu¨ ller & Henle, 1814. J Comp Physiol A 193:67–79.