Kamis, 03 Januari 2013

SERANGGA AIR DEWASA: KONTRIBUTOR POTENSIAL DALAM JEJARING MAKANAN HABITAT TEPI SUNGAI DI DAERAH TROPIS BASAH-KERING AUSTRALIA *


* Review Jurnal : Lynch RJ, SE Bunn, CP Catterall. 2002. Adult Aquatic Insects: Potential Contributors to Riparian Food Webs in Australia's Wet–Dry Tropic. Austral Eology 27 (5): 515-526.




PENDAHULUAN
Habitat tepi sungai merupakan ekosistem peralihan yang menghubungkan ekosistem perairan dengan ekosistem daratan. Ekosistem ini menjadi penghubung melalui proses fisika, aliran energi, dan pertukaran nutrien. Sumber masukan dari ekosistem tepi sungai ini berupa bahan organik terlarut, jatuhan daun, buah, serasah ranting, dan hewan avertebrata yang dikenal sebagai sumber makanan didalam jejaring makanan. Masih sedikit sekali penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki mengenai hubungan jejaring makanan dari aliran sungai ke tepian sungai, penelitian yang telah dilakukan umumnya untuk kasus logam berat atau zat-zat pencemar lainnya.
Serangga di tepi sungai umumnya berupa serangga yang berasal air dan bermetamorfosis menjadi serangga dewasa yang mempunyai sayap. Serangga tersebut tidak bisa masuk kembali ke badan perairan.  Hal ini menggambarkan adanya proses kehilangan nutrien dan energi di sistem perairan, lalu berpindah ke daerah tepian sungai. Munculnya serangga air dewasa dapat menggambarkan adanya suatu kontribusi penting terhadap jaring makanan di tepian sungai dalam bentuk produksi sekunder perairan. Munculnya serangga air juga menunjukkan adanya ketersediaan sumber makanan penting untuk beragam jenis predator daratan termasuk jenis burung-burung.
Ekosistem tepian sungai di banyak tempat sudah diketahui sebagai habitat daratan yang bernilai bagi kehidupan satwa liar. Ekosistem ini biasanya memiliki produktivitas primer yang sama atau bahkan lebih tinggi dari ekosistem disekitarnya dan dikenal sebagai tempat yang berpotensi memiliki nilai produktivitas sekunder yang tinggi. Kondisi seperti ini mendukung kelimpahan avertebrata daratan, terutama hewan  yang berperan sebagai pemangsa serangga. Ketersediaan serangga air dewasa dalam jumlah besar dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah serangga dan akan memberikan keuntungan bagi hewan pemakan serangga.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat bentuk perubahan kelimpahan, biomassa, dan kumpulan serangga udara terhadap jarak dari hulu sungai selama musim kemarau dan musim hujan di daerah beriklim tropis Australia utara. Penelitian ini dilakukan di sepanjang aliran tepian sungai yang dikenal sebagai habitat alami yang bernilai tinggi di wilayah tersebut. Selama musim kemarau, habitat tepi sungai bagi hewan daratan menjadi area terpenting. Hal ini dikarenakan tersedianya sumber-sumber produksi primer di permukaan air, dan habitat tersebut menjadi lebih produktif daripada habitat disekitarnya. Jika kemunculan serangga air menjadi sumber makanan penting bagi hewan pemakan serangga di sekitar tepian sungai dan sebagai penggerak nutrien perairan dan energi ke jejaring makanan daratan, maka serangga-serangga itu bisa jadi merupakan bagian dasar  penyusun kumpulan serangga di sepanjang aliran sungai.


METODE
Lokasi penelitian
Penelitian ini dilakukan di sepanjang empat aliran sungai yang berasal dari area tangkapan air Sungai South Alligator. Lokasi penelitian termasuk kedalam wilayah Taman Nasional Kakadu, Australia, dengan luasan area sekitar 1650 km2. Keempat sungai ini memiliki sumber air utama yang terletak di dataran tinggi Pegunungan Rocky Arnhem.  Lokasi penelitian di sepanjang bagian dangkal dari bagian pertengahan yang masih bisa dicapai dari keempat sungai berikut: Baroalba (lokasi 1), Jim Jim (lokasi 2), Barramundi (lokasi 3), dan Sungai South Alligator pada penyeberangan Koolpin (lokasi 4). Setiap lokasi penelitian ini berada di dataran rendah pada ketinggian 35-75 mdpl dengan jarak lokasi penangkapan dari 100 sampai 700 km2.
Curah hujan tahunan di lokasi penelitian berkisar antara 1300 hingga 1460 mm. Musim berlangsung dari bulan November hingga April. Selama waktu ini, hujannya sangat kuat sehingga menyebabkan aliran air yang kencang di tepian sungai dan menjadikan tepian sungai sebagai rawa banjiran (floodplain). Musim kemarau yang tejadi pada bulan Mei hingga Oktober menyebabkan penurunan penggenangan disertai aliran air yang kecil bahkan tidak ada. Rata-rata lebar aliran air sungai selama penelitian berkisar antara 5 m (lokasi Baroalba) sampai 12 m (Sungai South Alligator) dan rata-rata kedalaman sekitar 0.35 - 0.6 m.
Vegetasi di lokasi penelitian ini sangat lengkap dan beragam, tetapi tiga daerah vegetasi dapat dibedakan secara lateral berdasarkan jarak dari sumber aliran air yaitu:

  1. Vegetasi hutan berkayu tinggi. Vegetasi ini memiliki tutupan kanopi (terbuka, setengah-setengah dan hampir tertutup). Vegetasi ini didominasi oleh: Melaleuca leucandra dan Melaleuca argentea selain itu jenis yang lainnya adalah Syzygium armstrongii, Ficus racemosa, Carallia brachiata, Allosyncarpia ternata, Xanthostemon eucalyptoides dan Pandanus aquaticus, Bambusa arnhemica dan Acacia auriculiformis.
  2. Hutan kayu campuran di tepian sungai (Savana myrtlepandanus atau campuran unit shrubland), rata-rata lebar hutan ini dari tepian sungai sekitar 10 - 50 m. 
  3. Hutan padang rumput yang luas dan terbuka: Eucalyptus tectifica-Eucalyptus latifolia, rerumputan dari spesies Sorgum, Heteropogon triticeus dan Chrysopogon fallax.


Sampling serangga
Pada empat lokasi penelitian ditentukan tiga titik sampling. Masing-masing titik sampling berjarak minimal 250 m. Sampel serangga yang dikumpulkan diambil pada jarak tertentu dari tepian aliran sungai menggunakan dua metode, yaitu malaise trap dan sticky intercept trap.

1.    Malaise Trap
Malaise trap memiliki ukuran panjang dasar 1.57 m dengan luasan perangkap 2.47 m2. Perangkap ditempatkan berdasarkan tiga perbedaan jarak dari aliran sungai, yaitu: 0 m (di tepi sungai dengan kumpulan perangkap yang menutupi seluruh air), 15 m (di habitat tepian sungai) dan 160 m (padang rumput terbuka).
 Perangkap dipasang 24 jam dengan jarak terendah dari tepi sungai 0.25-0.5 m  dan diletakkan di atas permukaan air. Hasil tangkapan disimpan menggunakan ethanol 70%. Berikut gambar dari malaise trap:


Gambar 1. Malaise Trap di permukaan air (kiri), Malaise trap di darat (kanan)




                                                                                     
2. Sticky Intercept Trap
Perangkap ini terbuat dari 2 buah plastik transparan, masing-masing plastik berukuran kertas A4. Pada satu bagian permukaan plastik dipasang perekat yang tidak menarik, tidak penolak, tidak berbau, merupakan perangkap serangga yang dilengkapi bahan penempel yang tidak kering. Alat dipasang secara vertikal dan diberi bingkai kawat yang dilengkapi dengan tonggak kayu setinggi 2 m. Luas permukaan perangkap sebesar 19 cm x 28 cm, ukuran ini memberikan luasan pengumpul sebesar 0.106 m2/perangkap.
Perangkap ini ditempatkan pada empat perbedaan jarak yaitu: pada bagian tengah sungai, 0 m dari tepi sungai, 10 m dari tepi sungai, 160 m dari tepi sungai. Perangkap dioperasikan selama 48 jam. Setiap lembar dibungkus menggunakan lapisan yang bersih lalu dibekukan sampai serangga di ujikan tanpa dilakukan pemindahan dari lembaran tadi.  Berikut gambar dari sticky intercept trap:


 

Gambar 2. Sticky Intercept Trap





Kedua perangkap dipasang pada saat cuaca yang baik di akhir musim kemarau (28 Agustus – 19 September 1997) serta pada awal musim kemarau (7 – 30 Mei 1998).  Kedua permukaan perangkap dipasang pada posisi yang mengarah ke sungai dan tidak mengarah ke sungai.
Data yang diperoleh selanjutnya dikonversikan ke unit berdasarkan luas permukaan daerah pengumpul dan waktu pengoperasian dari masing-masing perangkap, untuk membandingkan perbedaan penggunaan dua jenis metode perangkap (misalnya kelimpahan serangga/m2/hari atau biomasa serangga/m2/hari).

Pengukuran serangga dan identifikasi
Dilakukan pensortiran serangga berdasarkan ordo atau tingkatan famili, dikelompokan sebagai organisme yang pada masa larva berasal dari perairan atau berasal daratan. Dilakukan pengukuran ukuran tubuh serangga (hingga mm terdekat) mulai dari depan sampai ujung perut (tak termasuk antenna, ovipositor, atau sayap). Termasuk ke dalam klasifikasi serangga air  yaitu setidaknya serangga yang satu tahapan hidupnya berada di dalam perairan, misalnya: Odonata, Ephemeroptera, Trichoptera, Diptera (Chironomidae, Culicidae, Simuliidae), Neuroptera (Sisyridae) dan Hemiptera (Veliidae, Corixidae). Dua dari family Diptera, Ceratopogonidae dan Tabanidae (yang dikenal memiliki tahapan hidup di perairan dan daratan) juga dapat dikelompokan ke dalam organism serangga perairan. Hal ini dikarenakan ketika kondisi larva setidaknya beberapa spesies dikenal menghuni di aliran sungai yang diteliti atau membutuhkan kondisi lembab yang umumnya berasosiasi dengan sistem perairan. Semua taksa yang lainnya, termasuk beberapa diantaranya family organisme serangga air diidentifikasi berdasarkan waktu mencari makan (beberapa diantaranya Coleoptera) dan beberapa jenis spesies yang terlalu susah untuk diidentifikasi (karena mengalami kerusakan), tergolong ke dalam serangga yang berasal dari darat.
Beberapa avertebrata yang tidak memiliki lipatan, contoh umumnya Hymenoptera: Formicidae, Collembola dan Arameae, tidak diikutsertakan  dalam analisis. Di beberapa lokasi, malaise trap menarik sekumpulan semut hijau yang mencari makan (Oecophylla sinaragdina), yang akan memangsa serangga yang ada di permukaan perangkap. Dengan  pengecualian kedua kasus  ini (sampel dari sungai Baroalba, Mei 1998, 0 m dan 160 m,  tidak diikutsertakan dalam analisis meskipun sisa serangga masih banyak setelah terjadi pemindahan semut), contoh ini dibuang, lalu diganti dengan mengumpulkan sampel yang baru, atau hasil dari sampel yang terpengaruh tidak disertakan dalam analisis.

Estimasi biomassa
Persamaan regresi serangga secara umum (mengacu pada persamaan yang dikeluarkan oleh Roger et al. 1976) digunakan dalam mengestimasi biomassa serangga, melalui pengukuran panjang tubuh serangga. Dengan pengecualian pada spesies Odonata, panjang tubuh serangga berkisar dari 0.25 sampai 26 mm, dimana dibandingkan dengan kisaran yang digunakan menurut Roger et al. (1976) yaitu sebesar 0.5-36 mm.  Bagaimanapun juga, karena karena tubuhnya yang berkisar antara 20-45 mm, berat kering dari odonata tentu tidak bisa diperkirakan dengan rumus ini (overestimated). Pada penelitian ini, panjang dan berat kering utuh odonata dari perangkap jenis malaise traps digunakan untuk  membuat rumus regresi baru untuk Anisoptera dan Zygoptera.Persamaan regresi baru ini digunakan untuk mengestimasi berat kering untuk tiap individu yang rusak atau tidak dapat dipindahkan dari intercept traps.

Analisis data
Analisis data dilakukan berdasarkan perbedaan lokasi. Nilai yang diperoleh berasal dari rata-rata pengukuran dari setiap contoh dari masing-masing lokasi pengambilan sampel. Pengambilan sampel dilakukan secara bebas dan acak di masing-masing wilayah memberikan perbandingan dengan panjang total aliran sungai, dan khususnya diantara sungai-sungai temapat dilakukan penelitian ini, menunjukkan bahwa aliran sungainya dipisahkan sepanjang sepuluh kilometer.
 Analisis varian yang digunakan dengan dua faktor. Faktor pertama jarak dari aliran sungai (tiga atau empat perlakuan). Faktor kedua yaitu waktu (dua perlakuan). Penelitian sudah dilakukan pada perlakuan tempat dan nilai dari kelimpahan dan biomassa untuk semua serangga yang diamati. Data kelimpahan ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma (ln[x+1]) hal ini dilakukan supaya datanya bersifat homocedastic (variasi data konstan). Uji beda nyata terkecil (BNT) pada perbandingan berganda digunakan untuk mengetahui perbedaan signifikan antara jarak dan waktu dari setiap pasangan perlakuan.






HASIL
Komposisi Kelompok Serangga
Dari kedua metode perangkap (malaise trap dan sticky intersept trap) ditemukan lebih dari 65.000 individu serangga. Dari hasil tersebut, Diptera adalah yang paling melimpah jenis taksanya dengan masing-masing 78,5% (metode malaise trap) dan 73% (metode sticky intercept trap) dari jumlah total keseluruhan serta 46,2% (untuk metode malaise trap) dan 51% (metode sticky intersept trap) dari total biomassa yang ditemukan. Untuk Diptera didominasi oleh Chironomidae yaitu 43,4% (metode malaise trap) dan 51% (metode sticky intercept  trap). Jenis Diptera yang hidup di daratan juga menjadi komponen utama yang melimpah (26%) yang tertangkap dengan menggunakan malaise trap, dan sisanya adalah serangga dari jenis Ceratopogonidae, Trichoptera, Hymenoptera darat dan Hemiptera.
 Komponen penting lainnya yang tertangkap dengan menggunakan metode sticky intercept adalah Ceratopogonidae (15,4%), Coleoptera darat (13,9%), dan Diptera darat (6,5%). Sisanya (kurang  dari 1%) adalah dari jenis lainnya yang juga ditemukan yaitu Ephemeroptera, Neuroptera, Psocoptera, Orthoptera, Blattodea, Odonata, Isoptera, Mantidae dan Strepsiptera.

Komposisi Ukuran    
Dari kedua metode yang digunakan, banyak serangga yang ditemukan berukuran sangat kecil, yaitu 96% memiliki panjang tubuh kurang dari 2.5 mm (metode sticky intercept trap) dan kurang dari 5.5 mm (metode malaise trap). Walaupun jenis Chironomidae yang paling besar bisa mencapai ukuran panjang tubuh lebih dari 8.5 mm, namun lebih dari 98% yang tertangkap hanya berukuran kurang dari 3.5 mm saja, sehingga menyebabkan biomassanya menjadi kurang signifikan bila dibandingkan dengan tingkat kelimpahannya. Namun demikian, chironomids masih mendominasi 34.9% dari biomassa serangga yang tertangkap menggunakan sticky intercept trap.
Komponen utama serangga lainnya adalah Coleoptera darat (15.1%), Diptera darat (9.3%), Hemiptera darat (6.7%) dan Hymenoptera (6.1%). Walaupun serangga yang tertangkap menggunakan malaise trap berukuran lebih besar dibandingkan sticky intercept trap, namun chironomids hanya menyumbang 5,2% dari total biomassa. Komponen serangga utama lainnya adalah Diptera (27,1%), Hymenoptera (18,6%), Lepioptera (16,5%), Tabanidae (13,1%) dan Trichoptera (8,1%).
Odonata adalah jenis serangga terbesar yang tertangkap dari kedua metode. Pada metode sticky intercept jarang ditemukan serangga yang berukuran lebih besar. Dari 35.838 serangga yang tertangkap hanya 12 serangga (termasuk 7 odonata) yang panjang tubuhnya melebihi 9,5 mm. Sebagai perbandingan, malaise trap menangkap 349 serangga yang lebih besar dari 9,5 mm (lebih dari 30.646), tetapi hanya 39 serangga (yang diantaranya 26 adalah odonata) panjang tubuhnya melebihi 19,5 mm.  Jenis serangga berukuran lebih dari 9,5 mm yang paling banyak tertangkap menggunakan malaise trap adalah dari jenis tabanids, yang terdiri dari hymenoptera, lepidoptera, lalat brachycera, dan beberapa  odonata.

Perbandingan Hasil Tangkapan pada Kedua Metode
Jumlah serangga yang ditangkap dengan menggunakan dua metode perangkap yang berbeda tersebut umumnya memiliki jumlah yang sebanding. Namun apabila dikonversikan ke dalam jumlah serangga per unit dari luas permukaan area dan lama waktu pemaparan, maka sticky intercept trap menangkap lima kali lebih besar dibandingkan dengan malaise trap. Perbedaan dalam hal CPUE (hasil tangkapan per unit usaha) ini tidak ditandai untuk biomassa serangga karena serangga yang berukuran besar hanya ditemukan dalam jumlah yang lebih besar pada malaise trap. 
Terdapat beberapa perbedaan pada hasil tangkapan antara malaise trap dengan sticky intercept trap, baik secara keseluruhan maupun pada jarak titik lokasi sungai yang berbeda. Pada malaise trap, Diptera menyumbang kira-kira 75% hasil tangkapan pada tiga lokasi jarak yang beda, sedangkan pada sticky intercept trap kelimpahan serangga cenderung menurun dari 80% dari tangkapan di permukaan air menjadi 54% di padang rumput. Coleoptera kurang terwakili pada tangkapan dengan mengunakan malaise trap (yakni kurang dari 1% dari jumlah total), menjadikan sebuah proporsi yang lebih besar dari tangkapan sticky intercept, terutama pada tepian air dimana mereka menaikkan 21% hasil tangkapan.

Variasi  Dengan Jarak dari Sungai
Uji statsitik menunjukkan bahwa hubungan antara pengaruh waktu sampling dan jarak sungai tidak signifikan, dan pengaruh utama dari waktu sampling hanya signifikan di 2 dari 12 test.  Oleh sebab itu, hasil yang paling mewakili adalah yang didasarkan pada rata-rata dari kedua waktu sampling pada tiap lokasi. Kelimpahan Serangga darat dari sticky intercept trap adalah kurang signifikan (apalagi di semua lokasi) pada bulan September dibandingkan pada bulan Mei. Nilai rata-rata dari biomassa serangga pada malaise trap lebih signifikan pada bulan September daripada bulan Mei.
Nilai kelimpahan rata-rata dari seranga yang ditemukan pada sempadan sungai lebih signifikan dibandingkan dengan habitat tepi sungai pada jarak 10-15 m dari aliran sungai dan daerah padang rumput pada jarak 160 m dari aliran sungai. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara kelimpahan total dan kedua jarak tersebut. Intersept trap yang dipasang di tengah aliran sungai hasil tangkapan serangganya lebih signifikan dibandingkan dengan lokasi pada jarak lainnya, dengan rata-rata kira-kira dua kali lebih banyak tertangkap di tepi sungai. Kelimpahan total di seluruh dan sepanjang sungai juga bervariasi antara satu lokasi dengan lokasi lainnya yang terdapat pada habitat tepi sungai dan lokasi yang berjarak 160 m dari aliran sungai.
Kelimpahan serangga air yang ditemukan pada malaise trap adalah terbesar pada lokasi dekat sungai dan semakin menurun secara signifikan seiring dengan bertambahnya jarak. Serangga air yang ditemukan di dekat aliran sungai hampir seluruhnya menyumbang total kelimpahan serangga dalam jumlah yang besar, dan jumlah serangga daratnya menjadi semakin tidak bervariasi secara signifikan dengan bertambahnya jarak. Di daerah tepian air, serangga air melimpah pada malaise trap pada bulan September dan Mei  dengan kisaran masing-masing antara 1,8 sampai 8,8 kali (rata-rata 3,7 + 1,7) dan 1,4 sampai 3,1 kali (rata-rata 1,9 + 0,4) dari kelimpahan serangga.
Pola yang sama juga terjadi pada metode sticky intercept trap, dimana jumlah serangga air menjadi menurun secara signifikan seiring dengan bertambahnya jarak dan menjadi makin berlimpah pada daerah yang dekat dengan air sungai.   Jumlah dari serangga daratan yang tertangkap juga dipengaruhi oleh jarak dari sungai. Kelimpahan serangga di daerah pertengahan dan sempadan sungai tidak berbeda nyata secara statistik, akan tetapi kelimpahannya lebih tinggi dari pada jarak 10 dan 160 m dari sungai.
Total biomassa serangga yang tertangkap dengan malaise trap paling besar ditemukan di daerah sempadan sungai, tetapi tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan lokasi lainnya. Nilai rata-rata biomassa serangga tidak berubah secara signifikan seiring bertambahnya jarak lokasi pengamatan, dan melebihi biomassa serangga air di tiga lokasi jarak yang diamati. Biomassa serangga air lebih berdekatan secara signifikan untuk sungai dibandingkan dengan lokasi lainnya. Metode sticky intercept trap menunjukkan hasil bahwa daerah tengah sungai (mid-stream) memiliki nilai rata-rata total biomassa yang sangat signifikan dibandingkan dengan tiga lokasi lainnya. Pertambahan biomassa di sepanjang sungai adalah hasil peningkatan biomassa serangga air. Variasi biomassa serangga daratan secara signifikan tidak berbeda nyata dengan jarak dari sungai.
Kelimpahan relatif dari serangga air berdasarkan jarak 0 m, 10 m, dan 160 m dari sungai secara berturut-turut adalah 67%, 39% dan untuk serangga lainnya sebesar 22 %. Dari metode malaise trap diperoleh kelimpahan relatif ini masing-masing lokasi adalah 36% untuk lokasi yang berjarak 0 m dari sungai, 20% untuk lokasi yang berjarak 15 m dari sungai dan 22% untuk lokasi yang berjarak 160 m dari sungai. Sedangkan bila menggunakan sticky intercept trap, kelimpahan ralatif untuk serangga air pada lokasi jarak yang berbeda yaitu pada bagian tengah sungai, jarak 0, 10, dan 160 m dari aliran sungai adalah masing-masing 77%, 57%, 51%, dan 34% dan kelimpahan untuk serangga lainnya sebesar 70%, 48%, 37%, dan 25%.
Kelimpahan Chironomids dan Trichoptera menurun seiring dengan bertambahnya jarak dari sempadan sungai. Walaupun beberapa individu tertangkap pada jarak 160 m dari sungai, itu mewakili sebuah proporsi yang sangat kecil dari jumlah yang tertangkap di bagian sempadan sungai. Sebuah pola yang sama juga terlihat untuk Odonata pada malaise trap dan Mayflies pada sticky intercept trap, walaupun jenis tersebut tidak tertangkap dalam jumlah yang sangat besar di dekat sungai.
Mayflies (Ephemeptora) jarang sekali tertangkap oleh malaise trap dan hanya beberapa dari odonata dan tabanid yang tertangkap dengan menggunakan sticky intercept trap. Kelimpahan Ceratopogonids menurun dengan berambahnya jarak tetapi berkurang secara tajam. Pada jarak 160 m dari sungai, kelimpahan serangga masih relatif banyak pada jarak setengah sampai seperempat dari sempadan sungai. Hanya jenis Tabanids yang makin bertambah kelimpahannya seiring dengan bertambahnya jarak dari sungai.  

DISKUSI
Variasi Jarak dari Aliran Sungai
Masih sedikit penelitian yang membuat perbandingan secara kuantitatif dari kelimpahan artopoda dengan struktur kumpulan artopoda tersebut di area tepi sungai dengan area yang ada di sempadan sungai (lebih dekat dengan aliran air), meskipun beberapa studi telah difokuskan pada penyebaran serangga air dewasa yang meninggalkan sungai. Hingga saat ini tidak ada studi sebelumnya yang menyertakan area penangkapan di seberang sungai dengan ulangan berbeda untuk menilai bagaimana bentuk umum dalam skala regional. Hasil dari penelitian ini mengindikasikan bahwa jumlah serangga udara yang ditemukan lebih berlimpah di wilayah yang secara langsung berdekatan dengan aliran sungai di dataran rendah dibandingkan dengan habitat bukan tepi sungai selama musim kemarau di wilayah tropis basah kering Australia.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Cameron (1985) yang menemukan bahwa single sticky trap yang diletakkan di sepanjang sungai kecil menghasilkan biomassa 8 kali lebih banyak dari pada biomassa serangga yang tertangkap pada habitat yang bersebelahan di timur utara New South Wales. Jackson dan Resh (1989b) menangkap jumlah total terbanyak dari artopoda menggunakan sticky intercept trap di 5 meter dari hulu berhutan di sisi utara California dibanding 40 atau 150 m.
Berdasarkan teori, kelimpahan serangga tinggi yang dekat dengan sungai dapat juga mencerminkan hasil dari produksi akuatik yang lebih besar, produksi invertebrate daratan yang besar, atau kombinasi keduanya. Banyak ciri dari area yang menjadi penghubung antara sungai dengan habitat tepi sungai, misalnya kehadiran dari air permukaan, kelembaban tanah yang lebih tinggi, kelembaban udara yang lebih tinggi, sumberdaya alam lebih berlimpah, tanaman lebih tinggi, dapat dijadikan prediksi untuk berkontribusi tehadap peningkatan artophoda daratan di area tersebut. 
Janzen dan Schoener (1968) memeriksa serangga yang terdapat pada daun-daunan disepanjang lereng-lereng yang lembab mulai dari area lereng bukit yang kering hingga tepi sungai yang berhutan selama musim kering di area hutan hujan tropis basah-kering di Costa Rica. Mereka melaporkan bahwa kelimpahan dan biomassa serangga dewasa lebih besar di tepi sungai yang berhutan, dengan hasil yang lebih luas dari peningkatan jumlah  Coleoptera dan Diptera daratan. Catterall et al. (2001) menemukan populasi yang lebih besar dari kotoran invertebrate di tepi sungai dibandingkan dengan wilayah hutan Eucalypt di daerah subtropics Australia. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa kelimpahan serangga daratan perairan tidak dipengaruhi oleh habitat tepi sungai di daerah tropis basah-kering.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelimpahan serangga air melebihi kelimpahan serangga daratan di sepanjang sungai dan sepanjang sempadan sungai yang dihitung hampir secara keseluruhan untuk peningkatan jumlah total serangga yang dekat dengan air. Jackson dan Resh (1989a,b) menemukan bahwa kelimpahan serangga daratan melebihi kelimpahan serangga air  pada jarak 5 m dari sungai tunggal yang diteliti. Sebagai konfirmasi apabila kontribusi dari produksi perairan ke biomassa daratan yang bersebelahan dengan sungai  berbeda pada daerah tropis basah kering di Australia dengan hutan di daerah temprate di Amerika Utara atau Australia, maka akan membutuhkan ulangan area yang lebih pada kedua area di penelitian berikutnya.
Dengan pengecualian pada Tabanit flies, kelimpahan dari kebanyakan taksa serangga air mengalami penuruan dengan peningkatan jarak dari sungai. Banyak sisa serangga yang muncul di perairan yang dekat dengan sungai untuk melakukan reproduksi dan meletakkan telur (oviposit) (Erman 1984; Merrit & Cummins 1996) dan beberapa studi telah menemukan bahwa kelimpahan relatif dari taksa serangga air mengalami penurunan secara eksponensial dengan jarak dari tepi sungai utama (Jackson & Resh 1989b; Sode & Wiberg-Larsen 1993; Collier & Smith 1998).
 Chironomid dewasa bisa bertahan hidup selama beberapa minggu, tapi mungkin hidup hanya beberapa hari (Williams & Feltmate 1992; Merritt & Cummins 1996) dan akan tinggal dekat dengan air karena mereka butuh sebagai tempat melakukan reproduksi dan meletakkan telur. Menurut Frouz et al. (2003) Chironomid mempunyai strategi survival pada habitat tertentu melalui adaptasi larva (insitu resistance) dan melalui rekolonisasi. Caddiflies (ulat air berkantung, Trichoptera) umumnya hidup lebih lama (lebih dari 1 bulan; Merrit & Cumins 1996). Meskipun beberapa individu dan spesies dapat menyebar pada jarak yang memungkinkan, Collier & Smith 1998) menemukan bahwa area utama aktivitas dari Caddiflies dewasa adalah kurang dari 30 m dari sisi air sepanjang sungai yang berhutan di New Zealand.
 Family serangga air dimana beberapa spesiesnya memerlukan makanan berupa darah untuk perkembangan telurnya, termasuk ceratopogonidae dan tabanidae, dapat menyebar lebih jauh dari sumber air dalam rangka mencari mangsa (Merritt & Cummins 1996). Untuk kasus Tabanit, peningkatan kelimpahan yang dihubungkan dengan jarak dari sungai juga mengindikasi bahwa beberapa spesies tersebut adalah adalah spesies daratan. Jika dalam kasus ini, biomassa serangga air pada perangkap 160 m dari hulu (stream) jumlahnya akan telah melebihi estimasi karena Tabanit memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan taksa lainnya yang ditemukan.
Chironomid adalah grup yang dominan (dari kelimpahan dan biomassa) pada serangga yang terbang sepanjang dan dekat dengan sungai berdasarkan studi terbaru dan studi serupa juga telah diteliti di tempat lain. Sebagai contoh, Gray (1993) menemukan bahwa Chironomid menyusun 53-94% dari biomassa serangga air yang muncul dari sungai pada tepian hutan padang rumput/ semak belukar di Amerika Utara, dengan 90% dari biomassa serangga dewasa yang muncul dengan ukuran kurang dari 7 mm. Jackson dan Fisher (1986) melaporkan bahwa Chironomid menyusun 60% dari biomassa yang muncul dari sungai yang berupa padang pasir. Peneliti dari kedua studi tersebut menyimpulkan bahwa produksi serangga air yang muncul kemungkinan melebihi produksi artopoda daratan dari satu hingga beberapa ordo yang penting/ besar. Hal serupa juga dilaporkan oleh Nelson (1956) yang menemukan bahwa kelimpahan serangga yang lebih besar di sepanjang sungai  di Inggris disebabkan jumlah Chironomid yang lebih besar seperti halnya beberapa spesies serangga air dan daratan dari kelas empididae.
King dan Wrubleski (1998) menemukan bahwa Chironomid menyusun 60% dari total serangga yang dihitung dan 32.9% dari biomassa serangga air yang tertangkap menggunakan perangkap intercept pada lahan basah semak belukar di Amerika Utara. Disamping ukuran chironomid tersebut kecil dan berat basahnya relatif ringan, chironomid sering mendominasi produksi serangga air yang ada (Sharley & Malipatil 1986).

Aturan Jejaring Makanan dari Serangga Air
Sumber-sumber avertebrata di daerah berhutan padang rumput pada daerah tropis basah-kering di Australia bagian utara ditemukan mencapai jumlah puncak selama musim penghujan, tapi secara perbandingan jumlahnya rendah pada musim kemarau (Woinarski & Tidemann 1991; Churchill 1994). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wilayah dari tepian sungai hingga sempadan sungai memiliki kelimpahan dan biomassa serangga air yang lebih besar dibandingkan dengan habitat di sekitar padang rumput selama musim kering membuat habitat tersebut potensial dan menjadi lebih menarik pada hewan pemangsa serangga untuk datang dalam rangka mencari makan. Bentuk-bentuk kemunculan sebagai serangga air sebagai komponen utama dari kumpulan serangga udara pada wilayah di sepanjang sungai selama musim kering, bisa  menjadi kontributor yang penting bagi jejaring makanan di area tepian sungai.
Berdasarkan hasil penelitian, suatu teori tentang makanan predator yang tidak selektif dari serangga air yang terbang sepanjang sungai dan kelompok yang datang dengan seketika pada dataran rendah di Taman Nasional Kakadu akan menjumpai lebih banyak serangga yang dimangsa dibandingkan jarak 10 m atau lebih, dan mengkonsumsi 57-77% item-item serangga air dan 36-37% biomassa serangga air. Bahkan  pada jarak 160 m dari sungai, dimana kelimpahan serangga udara jumlahnya lebih sedikit, proporsi substansi dari mangsa serangga udara (22-34% dari jumlah total dan 22-25% dari biomassa) adalah mungkin berupa serangga yang berasal dari air. Temuan ini sebanding dengan hasil studi Jakson dan Resh (1989a) untuk sungai ordo ketiga di California Utara.
Di Taman Nasional Kakadu, predator yang potensial dari serangga air dewasa meliputi laba-laba, pemangsa serangga, kodok, kadal kecil, dan pemangsa serangga udara yang kecil, dan burung-burung yang mengumpulkan dedaunan dalam jumlah sedikit, dan kelelawar pemakan serangga kecil, dan hewan-hewan yang mencari makan di sepanjang sungai. Studi yang berhubungan dengan  makanan dari kadal dan kodok di Taman nasional Kakadu menunjukkan bahwa meskipun beberapa spesies mengkonsumsi dalam jumlah yang sedikit dari serangga air dewasa, mereka menjadi komponen utama dari makanan spesies yang jumlahnya sangat sedikit. James et al. (1984) menemukan bahwa dua spesies kadal mengkonsumsi sejumlah serangga air yang muncul (utamanya Chironomid), tapi 44 spesies lainnya yang diuji dikonsumsi sedikit atau tidak sama sekali. Cappo (1986) menemukan bahwa serangga air dewasa (khususnya Diptera dan Damselflies) ditemukan dominan menjadi makanan pada dua spesies kodok daratan, Litoria bicolor dan Litoria rothii.
Serangga air dewasa umumnya keluar dan aktif pada malam hari (Merritt & Cummins 1996) dan beramai-ramai bereproduksi di perairan di awal sore hari. Selama siang hari, serangga air dewasa umumnya beristirahat di vegetasi tepi sungai atau di substrat sempadan sungai (Erman 1984). Hal ini membuat serangga air tersedia bagi predator yang muncul dan aktif pada malam hari, yang secara aktif terbang mencari mangsa, juga untuk predator yang aktif di siang hari yang mencari makan di dedaunan pada sempadan sungai.
Serangga air lebih besar yang muncul kemungkinan akan dikonsumsi melalui rantai makanan laba-laba dari genus Argiope dan Famili Tetragnathidae. Jejaring makanan yang ditemukan jumlahnya berlimpah dan terdapat di sepanjang sungai selama penelitian yang dilakukan dan sering berisi Odonanta dewasa. Sebagai tambahan, beberapa spesies burung dan kelelawar yang diteliti untuk mendapatkan mangsa sepanjang hulu sungai di area penelitian.  Proporsi isi dari kumpulan serangga udara disusun dari sejenis serangga Chironomus berukuran kecil dan banyak dari mereka yang dilewatkan atau dihindari oleh predator vertebrata. Chrionomus ini dapat dikonsumsi oleh laba-laba kecil atau predator avertebrata lainnya, yang pada gilirannya dapat menjadi mangsa dari vertebrata daratan.
Kelimpahan serangga udara yang lebih besar yang berasal dari kemunculan serangga air dapat menjadi ciri dari wilayah ekosistem tepi sungai, yang meningkatkan nilai mereka bagi hewan pemangsa serangga. Pemangsaan atas serangga air berarti menjadi produktivitas sekunder yang dapat mensubsidi jejaring makanan di sepanjang sungai  pada wilayah tropis basah-kering selama musim kemarau. Ini memungkinkan untuk menghitung seberapa penting subsidi dari serangga air terhadap jejaring makanan di daratan menggunakan kelimpahan atau teknik penambahan isotop stabil (Peterson & Fry 1987; Lajtha & Michener 1994). Penandaan menggunakan isotop dari predator daratan akan menunjukkan tanda yang berkombinasi dari makanan yang dicerna. Model pencampuran sederhana, menggunakan tanda yang berbeda dari serangga air dan sumber dari daratan, dapat digunakan untuk menduga proporsi dari masing-masing kelompok. Seperti teknik yang telah digunakan sebelumnya untuk menandai turunan karbon dan nutrien yang penting di laut dari anadromus Salmon ke hulu dan jejaring makanan di tepi sungai di Amerika utara (Hilderbrand et al 1999; MacAvoy et al. 2000; Helfield & Naiman 2001).




REFERENSI
Frouz J, J Matena, A Ali. 2003. Survival Stategies of Chironomids (Diptera: Chironomidae) Living in Temporary Habitat: a Review. Eur J Entomol 100: 459-465.
Lynch RJ, SE Bunn, CP Catterall. 2002. Adult Aquatic Insects: Potential Contributors to Riparian Food Webs in Australia's Wet–Dry Tropic. Austral Eology 27 (5): 515-526.