* Review Jurnal : Lynch RJ, SE Bunn, CP Catterall. 2002. Adult Aquatic Insects: Potential Contributors to Riparian Food Webs in Australia's Wet–Dry Tropic. Austral Eology 27 (5): 515-526.
PENDAHULUAN
Habitat tepi sungai merupakan ekosistem
peralihan yang menghubungkan ekosistem perairan dengan ekosistem daratan. Ekosistem
ini menjadi penghubung melalui proses fisika, aliran energi, dan pertukaran
nutrien. Sumber masukan dari ekosistem tepi sungai ini berupa bahan organik
terlarut, jatuhan daun, buah, serasah ranting, dan hewan avertebrata yang
dikenal sebagai sumber makanan didalam jejaring makanan. Masih sedikit sekali
penelitian telah dilakukan untuk menyelidiki mengenai hubungan jejaring makanan
dari aliran sungai ke tepian sungai, penelitian yang telah dilakukan umumnya untuk
kasus logam berat atau zat-zat pencemar lainnya.
Serangga di tepi sungai umumnya berupa
serangga yang berasal air dan bermetamorfosis menjadi serangga dewasa yang
mempunyai sayap. Serangga tersebut tidak bisa masuk kembali ke badan
perairan. Hal ini menggambarkan adanya proses
kehilangan nutrien dan energi di sistem perairan, lalu berpindah ke daerah
tepian sungai. Munculnya serangga air dewasa dapat menggambarkan adanya suatu kontribusi
penting terhadap jaring makanan di tepian sungai dalam bentuk produksi sekunder
perairan. Munculnya serangga air juga menunjukkan adanya ketersediaan sumber
makanan penting untuk beragam jenis predator daratan termasuk jenis
burung-burung.
Ekosistem tepian sungai di banyak tempat sudah
diketahui sebagai habitat daratan yang bernilai bagi kehidupan satwa liar. Ekosistem
ini biasanya memiliki produktivitas primer yang sama atau bahkan lebih tinggi
dari ekosistem disekitarnya dan dikenal sebagai tempat yang berpotensi memiliki
nilai produktivitas sekunder yang tinggi. Kondisi seperti ini mendukung
kelimpahan avertebrata daratan, terutama hewan
yang berperan sebagai pemangsa serangga. Ketersediaan serangga air dewasa
dalam jumlah besar dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah serangga dan akan
memberikan keuntungan bagi hewan pemakan serangga.
Penelitian ini dilakukan untuk melihat bentuk
perubahan kelimpahan, biomassa, dan kumpulan serangga udara terhadap jarak dari
hulu sungai selama musim kemarau dan musim hujan di daerah beriklim tropis
Australia utara. Penelitian ini dilakukan di sepanjang aliran tepian sungai
yang dikenal sebagai habitat alami yang bernilai tinggi di wilayah tersebut. Selama
musim kemarau, habitat tepi sungai bagi hewan daratan menjadi area terpenting.
Hal ini dikarenakan tersedianya sumber-sumber produksi primer di permukaan air,
dan habitat tersebut menjadi lebih produktif daripada habitat disekitarnya.
Jika kemunculan serangga air menjadi sumber makanan penting bagi hewan pemakan
serangga di sekitar tepian sungai dan sebagai penggerak nutrien perairan dan
energi ke jejaring makanan daratan, maka serangga-serangga itu bisa jadi
merupakan bagian dasar penyusun kumpulan
serangga di sepanjang aliran sungai.
METODE
Lokasi
penelitian
Penelitian ini dilakukan di sepanjang empat aliran
sungai yang berasal dari area tangkapan air Sungai South Alligator. Lokasi
penelitian termasuk kedalam wilayah Taman Nasional Kakadu, Australia, dengan
luasan area sekitar 1650 km2. Keempat sungai ini memiliki sumber air
utama yang terletak di dataran tinggi Pegunungan Rocky Arnhem. Lokasi penelitian di sepanjang bagian dangkal
dari bagian pertengahan yang masih bisa dicapai dari keempat sungai berikut: Baroalba
(lokasi 1), Jim Jim (lokasi 2), Barramundi (lokasi 3), dan Sungai South Alligator
pada penyeberangan Koolpin (lokasi 4). Setiap lokasi penelitian ini berada di
dataran rendah pada ketinggian 35-75 mdpl dengan jarak lokasi penangkapan dari
100 sampai 700 km2.
Curah hujan tahunan di lokasi penelitian berkisar
antara 1300 hingga 1460 mm. Musim berlangsung dari bulan November hingga April.
Selama waktu ini, hujannya sangat kuat sehingga menyebabkan aliran air yang kencang
di tepian sungai dan menjadikan tepian sungai sebagai rawa banjiran (floodplain). Musim kemarau yang tejadi
pada bulan Mei hingga Oktober menyebabkan penurunan penggenangan disertai aliran
air yang kecil bahkan tidak ada. Rata-rata lebar aliran air sungai selama
penelitian berkisar antara 5 m (lokasi Baroalba) sampai 12 m (Sungai South
Alligator) dan rata-rata kedalaman sekitar 0.35 - 0.6 m.
Vegetasi di lokasi penelitian ini sangat
lengkap dan beragam, tetapi tiga daerah vegetasi dapat dibedakan secara lateral
berdasarkan jarak dari sumber aliran air yaitu:
- Vegetasi hutan berkayu tinggi. Vegetasi ini memiliki tutupan kanopi (terbuka, setengah-setengah dan hampir tertutup). Vegetasi ini didominasi oleh: Melaleuca leucandra dan Melaleuca argentea selain itu jenis yang lainnya adalah Syzygium armstrongii, Ficus racemosa, Carallia brachiata, Allosyncarpia ternata, Xanthostemon eucalyptoides dan Pandanus aquaticus, Bambusa arnhemica dan Acacia auriculiformis.
- Hutan kayu campuran di tepian sungai (Savana myrtlepandanus atau campuran unit shrubland), rata-rata lebar hutan ini dari tepian sungai sekitar 10 - 50 m.
- Hutan padang rumput yang luas dan terbuka: Eucalyptus tectifica-Eucalyptus latifolia, rerumputan dari spesies Sorgum, Heteropogon triticeus dan Chrysopogon fallax.
Sampling
serangga
Pada empat
lokasi penelitian ditentukan tiga titik sampling. Masing-masing titik sampling berjarak
minimal 250 m. Sampel serangga yang dikumpulkan diambil pada jarak tertentu
dari tepian aliran sungai menggunakan dua metode, yaitu malaise trap dan sticky intercept
trap.
1.
Malaise Trap
Malaise trap memiliki ukuran panjang dasar 1.57 m
dengan luasan perangkap 2.47 m2. Perangkap ditempatkan berdasarkan
tiga perbedaan jarak dari aliran sungai, yaitu: 0 m (di tepi sungai dengan
kumpulan perangkap yang menutupi seluruh air), 15 m (di habitat tepian sungai)
dan 160 m (padang rumput terbuka).
Perangkap dipasang 24 jam dengan jarak
terendah dari tepi sungai 0.25-0.5 m dan
diletakkan di atas permukaan air. Hasil tangkapan disimpan menggunakan ethanol
70%. Berikut gambar dari malaise trap:
Gambar 1. Malaise Trap di permukaan
air (kiri), Malaise
trap di darat (kanan)
2. Sticky Intercept Trap
Perangkap
ini terbuat dari 2 buah plastik transparan, masing-masing plastik berukuran
kertas A4. Pada satu bagian permukaan plastik dipasang perekat yang tidak
menarik, tidak penolak, tidak berbau, merupakan perangkap serangga yang
dilengkapi bahan penempel yang tidak kering. Alat dipasang secara vertikal dan
diberi bingkai kawat yang dilengkapi dengan tonggak kayu setinggi 2 m. Luas
permukaan perangkap sebesar 19 cm x 28 cm, ukuran ini memberikan luasan pengumpul
sebesar 0.106 m2/perangkap.
Perangkap
ini ditempatkan pada empat perbedaan jarak yaitu: pada bagian tengah sungai, 0
m dari tepi sungai, 10 m dari tepi sungai, 160 m dari tepi sungai. Perangkap
dioperasikan selama 48 jam. Setiap lembar dibungkus menggunakan lapisan yang
bersih lalu dibekukan sampai serangga di ujikan tanpa dilakukan pemindahan dari
lembaran tadi. Berikut gambar dari sticky intercept trap:
Gambar 2. Sticky Intercept Trap
Kedua perangkap dipasang pada saat cuaca yang
baik di akhir musim kemarau (28 Agustus – 19 September 1997) serta pada awal
musim kemarau (7 – 30 Mei 1998). Kedua permukaan
perangkap dipasang pada posisi yang mengarah ke sungai dan tidak mengarah ke
sungai.
Data yang diperoleh selanjutnya dikonversikan
ke unit berdasarkan luas permukaan daerah pengumpul dan waktu pengoperasian dari
masing-masing perangkap, untuk membandingkan perbedaan penggunaan dua jenis
metode perangkap (misalnya kelimpahan serangga/m2/hari atau biomasa
serangga/m2/hari).
Pengukuran
serangga dan identifikasi
Dilakukan pensortiran serangga berdasarkan
ordo atau tingkatan famili, dikelompokan sebagai organisme yang pada masa larva
berasal dari perairan atau berasal daratan. Dilakukan pengukuran ukuran tubuh
serangga (hingga mm terdekat) mulai dari depan sampai ujung perut (tak termasuk
antenna, ovipositor, atau sayap). Termasuk ke dalam klasifikasi serangga air yaitu setidaknya serangga yang satu tahapan
hidupnya berada di dalam perairan, misalnya: Odonata, Ephemeroptera,
Trichoptera, Diptera (Chironomidae, Culicidae, Simuliidae), Neuroptera
(Sisyridae) dan Hemiptera (Veliidae, Corixidae). Dua dari family Diptera,
Ceratopogonidae dan Tabanidae (yang dikenal memiliki tahapan hidup di perairan
dan daratan) juga dapat dikelompokan ke dalam organism serangga perairan. Hal
ini dikarenakan ketika kondisi larva setidaknya beberapa spesies dikenal
menghuni di aliran sungai yang diteliti atau membutuhkan kondisi lembab yang
umumnya berasosiasi dengan sistem perairan. Semua taksa yang lainnya, termasuk
beberapa diantaranya family organisme serangga air diidentifikasi berdasarkan
waktu mencari makan (beberapa diantaranya Coleoptera) dan beberapa jenis
spesies yang terlalu susah untuk diidentifikasi (karena mengalami kerusakan),
tergolong ke dalam serangga yang berasal dari darat.
Beberapa avertebrata yang tidak memiliki
lipatan, contoh umumnya Hymenoptera: Formicidae, Collembola dan Arameae, tidak
diikutsertakan dalam analisis. Di
beberapa lokasi, malaise trap menarik
sekumpulan semut hijau yang mencari makan (Oecophylla
sinaragdina), yang akan memangsa serangga yang ada di permukaan perangkap.
Dengan pengecualian kedua kasus ini (sampel dari sungai Baroalba, Mei 1998, 0
m dan 160 m, tidak diikutsertakan dalam
analisis meskipun sisa serangga masih banyak setelah terjadi pemindahan semut),
contoh ini dibuang, lalu diganti dengan mengumpulkan sampel yang baru, atau
hasil dari sampel yang terpengaruh tidak disertakan dalam analisis.
Estimasi biomassa
Persamaan
regresi serangga secara umum (mengacu pada persamaan yang dikeluarkan oleh
Roger et al. 1976) digunakan dalam mengestimasi
biomassa serangga, melalui pengukuran panjang tubuh serangga. Dengan
pengecualian pada spesies Odonata, panjang tubuh serangga berkisar dari 0.25
sampai 26 mm, dimana dibandingkan dengan kisaran yang digunakan menurut Roger et al. (1976) yaitu sebesar 0.5-36 mm. Bagaimanapun juga, karena karena tubuhnya yang
berkisar antara 20-45 mm, berat kering dari odonata tentu tidak bisa
diperkirakan dengan rumus ini (overestimated).
Pada penelitian ini, panjang dan berat kering utuh odonata dari perangkap jenis
malaise traps digunakan untuk membuat rumus regresi baru untuk Anisoptera
dan Zygoptera.Persamaan regresi baru ini digunakan untuk mengestimasi berat
kering untuk tiap individu yang rusak atau tidak dapat dipindahkan dari intercept traps.
Analisis data
Analisis data dilakukan berdasarkan perbedaan
lokasi. Nilai yang diperoleh berasal dari rata-rata pengukuran dari setiap
contoh dari masing-masing lokasi pengambilan sampel. Pengambilan sampel
dilakukan secara bebas dan acak di masing-masing wilayah memberikan
perbandingan dengan panjang total aliran sungai, dan khususnya diantara
sungai-sungai temapat dilakukan penelitian ini, menunjukkan bahwa aliran
sungainya dipisahkan sepanjang sepuluh kilometer.
Analisis varian yang digunakan dengan dua
faktor. Faktor pertama jarak dari aliran sungai (tiga atau empat perlakuan).
Faktor kedua yaitu waktu (dua perlakuan). Penelitian sudah dilakukan pada perlakuan
tempat dan nilai dari kelimpahan dan biomassa untuk semua serangga yang diamati.
Data kelimpahan ditransformasikan ke dalam bentuk logaritma (ln[x+1]) hal ini
dilakukan supaya datanya bersifat homocedastic (variasi data konstan). Uji beda
nyata terkecil (BNT) pada perbandingan berganda digunakan untuk mengetahui
perbedaan signifikan antara jarak dan waktu dari setiap pasangan perlakuan.
HASIL
Komposisi Kelompok Serangga
Dari kedua metode perangkap (malaise trap dan sticky intersept
trap) ditemukan lebih dari 65.000 individu serangga. Dari hasil tersebut, Diptera
adalah yang paling melimpah jenis taksanya dengan masing-masing 78,5% (metode malaise trap) dan 73% (metode sticky intercept trap) dari jumlah total
keseluruhan serta 46,2% (untuk metode malaise
trap) dan 51% (metode sticky
intersept trap) dari total biomassa yang ditemukan. Untuk Diptera
didominasi oleh Chironomidae yaitu 43,4% (metode malaise trap) dan 51% (metode sticky
intercept trap). Jenis Diptera yang
hidup di daratan juga menjadi komponen utama yang melimpah (26%) yang
tertangkap dengan menggunakan malaise trap,
dan sisanya adalah serangga dari jenis Ceratopogonidae, Trichoptera, Hymenoptera
darat dan Hemiptera.
Komponen
penting lainnya yang tertangkap dengan menggunakan metode sticky intercept adalah Ceratopogonidae (15,4%), Coleoptera darat
(13,9%), dan Diptera darat (6,5%). Sisanya (kurang dari 1%) adalah dari jenis lainnya yang juga
ditemukan yaitu Ephemeroptera, Neuroptera, Psocoptera, Orthoptera, Blattodea,
Odonata, Isoptera, Mantidae dan Strepsiptera.
Komposisi Ukuran
Dari kedua metode yang digunakan, banyak serangga
yang ditemukan berukuran sangat kecil, yaitu 96% memiliki panjang tubuh kurang
dari 2.5 mm (metode sticky intercept trap)
dan kurang dari 5.5 mm (metode malaise
trap). Walaupun jenis Chironomidae yang paling besar bisa mencapai ukuran
panjang tubuh lebih dari 8.5 mm, namun lebih dari 98% yang tertangkap hanya
berukuran kurang dari 3.5 mm saja, sehingga menyebabkan biomassanya menjadi
kurang signifikan bila dibandingkan dengan tingkat kelimpahannya. Namun
demikian, chironomids masih mendominasi 34.9% dari biomassa serangga yang
tertangkap menggunakan sticky intercept
trap.
Komponen utama serangga lainnya adalah Coleoptera
darat (15.1%), Diptera darat (9.3%), Hemiptera darat (6.7%) dan Hymenoptera (6.1%).
Walaupun serangga yang tertangkap menggunakan malaise trap berukuran lebih besar dibandingkan sticky intercept trap, namun chironomids
hanya menyumbang 5,2% dari total biomassa. Komponen serangga utama lainnya
adalah Diptera (27,1%), Hymenoptera (18,6%), Lepioptera (16,5%), Tabanidae
(13,1%) dan Trichoptera (8,1%).
Odonata adalah jenis serangga terbesar yang
tertangkap dari kedua metode. Pada metode sticky
intercept jarang ditemukan serangga yang berukuran lebih besar. Dari 35.838
serangga yang tertangkap hanya 12 serangga (termasuk 7 odonata) yang panjang
tubuhnya melebihi 9,5 mm. Sebagai perbandingan, malaise trap menangkap 349 serangga yang lebih besar dari 9,5 mm
(lebih dari 30.646), tetapi hanya 39 serangga (yang diantaranya 26 adalah
odonata) panjang tubuhnya melebihi 19,5 mm.
Jenis serangga berukuran lebih dari 9,5 mm yang paling banyak tertangkap
menggunakan malaise trap adalah dari
jenis tabanids, yang terdiri dari hymenoptera, lepidoptera, lalat brachycera,
dan beberapa odonata.
Perbandingan Hasil Tangkapan pada Kedua
Metode
Jumlah serangga yang
ditangkap dengan menggunakan dua metode perangkap yang berbeda tersebut umumnya memiliki jumlah yang sebanding. Namun apabila dikonversikan ke dalam
jumlah serangga per unit dari luas permukaan area dan lama waktu pemaparan,
maka sticky intercept trap menangkap
lima kali lebih besar dibandingkan dengan malaise
trap. Perbedaan dalam hal CPUE (hasil tangkapan per unit usaha) ini tidak
ditandai untuk biomassa serangga karena serangga yang berukuran besar hanya
ditemukan dalam jumlah yang lebih besar pada malaise trap.
Terdapat
beberapa perbedaan pada hasil tangkapan antara malaise trap dengan sticky intercept
trap, baik secara keseluruhan maupun pada jarak titik lokasi sungai yang
berbeda. Pada malaise trap, Diptera
menyumbang kira-kira 75% hasil tangkapan pada tiga lokasi jarak yang beda,
sedangkan pada sticky intercept trap
kelimpahan serangga cenderung menurun dari 80% dari tangkapan di permukaan air
menjadi 54% di padang rumput. Coleoptera kurang terwakili pada tangkapan dengan
mengunakan malaise trap (yakni kurang
dari 1% dari jumlah total), menjadikan sebuah proporsi yang lebih besar dari
tangkapan sticky intercept, terutama
pada tepian air dimana mereka menaikkan 21% hasil tangkapan.
Variasi Dengan Jarak dari Sungai
Uji statsitik menunjukkan bahwa hubungan antara
pengaruh waktu sampling dan jarak sungai tidak signifikan, dan pengaruh utama
dari waktu sampling hanya signifikan di 2 dari 12 test. Oleh sebab itu, hasil yang paling mewakili
adalah yang didasarkan pada rata-rata dari kedua waktu sampling pada tiap
lokasi. Kelimpahan Serangga darat dari sticky
intercept trap adalah kurang signifikan (apalagi di semua lokasi) pada
bulan September dibandingkan pada bulan Mei. Nilai rata-rata dari biomassa
serangga pada malaise trap lebih
signifikan pada bulan September daripada bulan Mei.
Nilai kelimpahan rata-rata dari seranga yang
ditemukan pada sempadan sungai lebih signifikan dibandingkan dengan habitat
tepi sungai pada jarak 10-15 m dari aliran sungai dan daerah padang rumput pada
jarak 160 m dari aliran sungai. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara
kelimpahan total dan kedua jarak tersebut. Intersept
trap yang dipasang di tengah aliran sungai hasil tangkapan serangganya
lebih signifikan dibandingkan dengan lokasi pada jarak lainnya, dengan rata-rata
kira-kira dua kali lebih banyak tertangkap di tepi sungai. Kelimpahan total di
seluruh dan sepanjang sungai juga bervariasi antara satu lokasi dengan lokasi
lainnya yang terdapat pada habitat tepi sungai dan lokasi yang berjarak 160 m
dari aliran sungai.
Kelimpahan serangga air yang ditemukan pada malaise trap adalah terbesar pada lokasi
dekat sungai dan semakin menurun secara signifikan seiring dengan bertambahnya
jarak. Serangga air yang ditemukan di dekat aliran sungai hampir seluruhnya
menyumbang total kelimpahan serangga dalam jumlah yang besar, dan jumlah
serangga daratnya menjadi semakin tidak bervariasi secara signifikan dengan
bertambahnya jarak. Di daerah tepian air, serangga air melimpah pada malaise trap pada bulan September dan
Mei dengan kisaran masing-masing antara
1,8 sampai 8,8 kali (rata-rata 3,7 + 1,7) dan 1,4 sampai 3,1 kali
(rata-rata 1,9 + 0,4) dari kelimpahan serangga.
Pola yang sama juga terjadi pada metode sticky intercept trap, dimana jumlah
serangga air menjadi menurun secara signifikan seiring dengan bertambahnya
jarak dan menjadi makin berlimpah pada daerah yang dekat dengan air
sungai. Jumlah dari serangga daratan
yang tertangkap juga dipengaruhi oleh jarak dari sungai. Kelimpahan serangga di
daerah pertengahan dan sempadan sungai tidak berbeda nyata secara statistik,
akan tetapi kelimpahannya lebih tinggi dari pada jarak 10 dan 160 m dari
sungai.
Total biomassa serangga yang tertangkap
dengan malaise trap paling besar
ditemukan di daerah sempadan sungai, tetapi
tidak terlalu signifikan bila dibandingkan dengan lokasi lainnya. Nilai
rata-rata biomassa serangga tidak berubah secara signifikan seiring
bertambahnya jarak lokasi pengamatan, dan melebihi biomassa serangga air di
tiga lokasi jarak yang diamati. Biomassa serangga air lebih berdekatan secara
signifikan untuk sungai dibandingkan dengan lokasi lainnya. Metode sticky intercept trap menunjukkan
hasil bahwa daerah tengah sungai (mid-stream) memiliki nilai rata-rata total biomassa yang sangat
signifikan dibandingkan dengan tiga lokasi lainnya. Pertambahan biomassa di sepanjang
sungai
adalah hasil peningkatan biomassa serangga air. Variasi biomassa
serangga daratan secara signifikan tidak berbeda nyata dengan jarak dari
sungai.
Kelimpahan relatif dari serangga air berdasarkan
jarak 0 m, 10 m, dan 160 m dari sungai secara berturut-turut adalah 67%,
39% dan untuk serangga lainnya sebesar 22 %. Dari metode malaise trap diperoleh kelimpahan relatif
ini masing-masing lokasi adalah 36% untuk lokasi yang berjarak 0 m dari sungai,
20% untuk lokasi yang berjarak 15 m dari sungai dan 22% untuk lokasi yang
berjarak 160 m dari sungai. Sedangkan bila menggunakan sticky intercept trap, kelimpahan
ralatif untuk serangga air pada lokasi jarak yang berbeda yaitu pada bagian
tengah sungai, jarak 0, 10, dan 160 m dari aliran sungai adalah masing-masing
77%, 57%, 51%, dan 34% dan kelimpahan untuk serangga lainnya sebesar
70%, 48%, 37%, dan 25%.
Kelimpahan Chironomids dan Trichoptera menurun seiring
dengan bertambahnya jarak dari sempadan sungai. Walaupun
beberapa individu tertangkap pada jarak 160 m dari sungai, itu mewakili sebuah
proporsi yang sangat kecil dari jumlah yang tertangkap di bagian sempadan sungai. Sebuah pola yang sama juga terlihat untuk
Odonata pada malaise trap dan Mayflies pada sticky intercept trap, walaupun jenis tersebut tidak tertangkap dalam jumlah
yang sangat besar di dekat sungai.
Mayflies (Ephemeptora) jarang sekali tertangkap oleh malaise trap dan hanya beberapa dari
odonata dan tabanid yang tertangkap dengan menggunakan sticky intercept trap. Kelimpahan Ceratopogonids menurun dengan
berambahnya jarak tetapi berkurang secara tajam. Pada jarak 160 m dari sungai,
kelimpahan serangga masih relatif banyak pada jarak setengah sampai seperempat dari sempadan sungai. Hanya jenis Tabanids yang makin bertambah
kelimpahannya seiring dengan bertambahnya jarak dari sungai.
DISKUSI
Variasi Jarak dari Aliran Sungai
Masih sedikit penelitian yang membuat perbandingan
secara kuantitatif dari kelimpahan artopoda dengan struktur kumpulan artopoda tersebut
di area tepi sungai dengan area yang ada di sempadan sungai (lebih dekat dengan
aliran air), meskipun beberapa studi telah difokuskan pada penyebaran serangga
air dewasa yang meninggalkan sungai. Hingga saat ini tidak ada studi sebelumnya
yang menyertakan area penangkapan di seberang sungai dengan ulangan berbeda
untuk menilai bagaimana bentuk umum dalam skala regional. Hasil dari penelitian
ini mengindikasikan bahwa jumlah serangga udara yang ditemukan lebih berlimpah
di wilayah yang secara langsung berdekatan dengan aliran sungai di dataran
rendah dibandingkan dengan habitat bukan tepi sungai selama musim kemarau di
wilayah tropis basah kering Australia.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
dilakukan Cameron (1985) yang menemukan bahwa single sticky trap yang diletakkan di sepanjang sungai kecil menghasilkan
biomassa 8 kali lebih banyak dari pada biomassa serangga yang tertangkap pada
habitat yang bersebelahan di timur utara New South Wales. Jackson dan Resh
(1989b) menangkap jumlah total terbanyak dari artopoda menggunakan sticky intercept trap di 5 meter dari
hulu berhutan di sisi utara California dibanding 40 atau 150 m.
Berdasarkan teori, kelimpahan serangga tinggi yang
dekat dengan sungai dapat juga mencerminkan hasil dari produksi akuatik yang
lebih besar, produksi invertebrate daratan yang besar, atau kombinasi keduanya.
Banyak ciri dari area yang menjadi penghubung antara sungai dengan habitat tepi
sungai, misalnya kehadiran dari air permukaan, kelembaban tanah yang lebih
tinggi, kelembaban udara yang lebih tinggi, sumberdaya alam lebih berlimpah,
tanaman lebih tinggi, dapat dijadikan prediksi untuk berkontribusi tehadap peningkatan
artophoda daratan di area tersebut.
Janzen dan Schoener (1968) memeriksa serangga yang
terdapat pada daun-daunan disepanjang lereng-lereng yang lembab mulai dari area
lereng bukit yang kering hingga tepi sungai yang berhutan selama musim kering di
area hutan hujan tropis basah-kering di Costa Rica. Mereka melaporkan bahwa
kelimpahan dan biomassa serangga dewasa lebih besar di tepi sungai yang
berhutan, dengan hasil yang lebih luas dari peningkatan jumlah Coleoptera dan Diptera daratan. Catterall et
al. (2001) menemukan populasi yang lebih besar dari kotoran invertebrate di
tepi sungai dibandingkan dengan wilayah hutan Eucalypt di daerah subtropics
Australia. Hasil penelitian ini menyarankan bahwa kelimpahan serangga daratan
perairan tidak dipengaruhi oleh habitat tepi sungai di daerah tropis
basah-kering.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kelimpahan
serangga air melebihi kelimpahan serangga daratan di sepanjang sungai dan
sepanjang sempadan sungai yang dihitung hampir secara keseluruhan untuk
peningkatan jumlah total serangga yang dekat dengan air. Jackson dan Resh
(1989a,b) menemukan bahwa kelimpahan serangga daratan melebihi kelimpahan
serangga air pada jarak 5 m dari sungai
tunggal yang diteliti. Sebagai konfirmasi apabila kontribusi dari produksi
perairan ke biomassa daratan yang bersebelahan dengan sungai berbeda pada daerah tropis basah kering di
Australia dengan hutan di daerah temprate di Amerika Utara atau Australia, maka
akan membutuhkan ulangan area yang lebih pada kedua area di penelitian
berikutnya.
Dengan pengecualian pada Tabanit flies, kelimpahan
dari kebanyakan taksa serangga air mengalami penuruan dengan peningkatan jarak
dari sungai. Banyak sisa serangga yang muncul di perairan yang dekat dengan sungai
untuk melakukan reproduksi dan meletakkan telur (oviposit) (Erman 1984; Merrit
& Cummins 1996) dan beberapa studi telah menemukan bahwa kelimpahan relatif
dari taksa serangga air mengalami penurunan secara eksponensial dengan jarak
dari tepi sungai utama (Jackson & Resh 1989b; Sode & Wiberg-Larsen
1993; Collier & Smith 1998).
Chironomid
dewasa bisa bertahan hidup selama beberapa minggu, tapi mungkin hidup hanya
beberapa hari (Williams & Feltmate 1992; Merritt & Cummins 1996) dan
akan tinggal dekat dengan air karena mereka butuh sebagai tempat melakukan
reproduksi dan meletakkan telur. Menurut Frouz et al. (2003) Chironomid mempunyai strategi survival pada habitat
tertentu melalui adaptasi larva (insitu
resistance) dan melalui rekolonisasi. Caddiflies (ulat air berkantung, Trichoptera)
umumnya hidup lebih lama (lebih dari 1 bulan; Merrit & Cumins 1996).
Meskipun beberapa individu dan spesies dapat menyebar pada jarak yang
memungkinkan, Collier & Smith 1998) menemukan bahwa area utama aktivitas
dari Caddiflies dewasa adalah kurang dari 30 m dari sisi air sepanjang sungai
yang berhutan di New Zealand.
Family
serangga air dimana beberapa spesiesnya memerlukan makanan berupa darah untuk
perkembangan telurnya, termasuk ceratopogonidae dan tabanidae, dapat menyebar
lebih jauh dari sumber air dalam rangka mencari mangsa (Merritt & Cummins
1996). Untuk kasus Tabanit, peningkatan kelimpahan yang dihubungkan dengan
jarak dari sungai juga mengindikasi bahwa beberapa spesies tersebut adalah
adalah spesies daratan. Jika dalam kasus ini, biomassa serangga air pada
perangkap 160 m dari hulu (stream) jumlahnya akan telah melebihi estimasi
karena Tabanit memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan taksa lainnya yang
ditemukan.
Chironomid adalah grup yang dominan (dari kelimpahan
dan biomassa) pada serangga yang terbang sepanjang dan dekat dengan sungai
berdasarkan studi terbaru dan studi serupa juga telah diteliti di tempat lain.
Sebagai contoh, Gray (1993) menemukan bahwa Chironomid menyusun 53-94% dari
biomassa serangga air yang muncul dari sungai pada tepian hutan padang rumput/
semak belukar di Amerika Utara, dengan 90% dari biomassa serangga dewasa yang
muncul dengan ukuran kurang dari 7 mm. Jackson dan Fisher (1986) melaporkan
bahwa Chironomid menyusun 60% dari biomassa yang muncul dari sungai yang berupa
padang pasir. Peneliti dari kedua studi tersebut menyimpulkan bahwa produksi
serangga air yang muncul kemungkinan melebihi produksi artopoda daratan dari
satu hingga beberapa ordo yang penting/ besar. Hal serupa juga dilaporkan oleh
Nelson (1956) yang menemukan bahwa kelimpahan serangga yang lebih besar di
sepanjang sungai di Inggris disebabkan
jumlah Chironomid yang lebih besar seperti halnya beberapa spesies serangga air
dan daratan dari kelas empididae.
King dan Wrubleski (1998) menemukan bahwa Chironomid
menyusun 60% dari total serangga yang dihitung dan 32.9% dari biomassa serangga
air yang tertangkap menggunakan perangkap intercept pada lahan basah semak
belukar di Amerika Utara. Disamping ukuran chironomid tersebut kecil dan berat
basahnya relatif ringan, chironomid sering mendominasi produksi serangga air
yang ada (Sharley & Malipatil 1986).
Aturan Jejaring Makanan dari Serangga Air
Sumber-sumber avertebrata di daerah berhutan padang
rumput pada daerah tropis basah-kering di Australia bagian utara ditemukan
mencapai jumlah puncak selama musim penghujan, tapi secara perbandingan
jumlahnya rendah pada musim kemarau (Woinarski & Tidemann 1991; Churchill
1994). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa wilayah dari tepian sungai hingga
sempadan sungai memiliki kelimpahan dan biomassa serangga air yang lebih besar
dibandingkan dengan habitat di sekitar padang rumput selama musim kering
membuat habitat tersebut potensial dan menjadi lebih menarik pada hewan
pemangsa serangga untuk datang dalam rangka mencari makan. Bentuk-bentuk
kemunculan sebagai serangga air sebagai komponen utama dari kumpulan serangga
udara pada wilayah di sepanjang sungai selama musim kering, bisa menjadi kontributor yang penting bagi
jejaring makanan di area tepian sungai.
Berdasarkan hasil penelitian, suatu teori tentang
makanan predator yang tidak selektif dari serangga air yang terbang sepanjang
sungai dan kelompok yang datang dengan seketika pada dataran rendah di Taman
Nasional Kakadu akan menjumpai lebih banyak serangga yang dimangsa dibandingkan
jarak 10 m atau lebih, dan mengkonsumsi 57-77% item-item serangga air dan
36-37% biomassa serangga air. Bahkan
pada jarak 160 m dari sungai, dimana kelimpahan serangga udara jumlahnya
lebih sedikit, proporsi substansi dari mangsa serangga udara (22-34% dari
jumlah total dan 22-25% dari biomassa) adalah mungkin berupa serangga yang
berasal dari air. Temuan ini sebanding dengan hasil studi Jakson dan Resh
(1989a) untuk sungai ordo ketiga di California Utara.
Di Taman Nasional Kakadu, predator yang potensial
dari serangga air dewasa meliputi laba-laba, pemangsa serangga, kodok, kadal
kecil, dan pemangsa serangga udara yang kecil, dan burung-burung yang
mengumpulkan dedaunan dalam jumlah sedikit, dan kelelawar pemakan serangga
kecil, dan hewan-hewan yang mencari makan di sepanjang sungai. Studi yang
berhubungan dengan makanan dari kadal
dan kodok di Taman nasional Kakadu menunjukkan bahwa meskipun beberapa spesies
mengkonsumsi dalam jumlah yang sedikit dari serangga air dewasa, mereka menjadi
komponen utama dari makanan spesies yang jumlahnya sangat sedikit. James et al.
(1984) menemukan bahwa dua spesies kadal mengkonsumsi sejumlah serangga air
yang muncul (utamanya Chironomid), tapi 44 spesies lainnya yang diuji
dikonsumsi sedikit atau tidak sama sekali. Cappo (1986) menemukan bahwa serangga
air dewasa (khususnya Diptera dan Damselflies) ditemukan dominan menjadi
makanan pada dua spesies kodok daratan, Litoria
bicolor dan Litoria rothii.
Serangga air dewasa umumnya keluar dan aktif pada
malam hari (Merritt & Cummins 1996) dan beramai-ramai bereproduksi di
perairan di awal sore hari. Selama siang hari, serangga air dewasa umumnya beristirahat
di vegetasi tepi sungai atau di substrat sempadan sungai (Erman 1984). Hal ini
membuat serangga air tersedia bagi predator yang muncul dan aktif pada malam
hari, yang secara aktif terbang mencari mangsa, juga untuk predator yang aktif
di siang hari yang mencari makan di dedaunan pada sempadan sungai.
Serangga air lebih besar yang muncul kemungkinan
akan dikonsumsi melalui rantai makanan laba-laba dari genus Argiope dan Famili
Tetragnathidae. Jejaring makanan yang ditemukan jumlahnya berlimpah dan
terdapat di sepanjang sungai selama penelitian yang dilakukan dan sering berisi
Odonanta dewasa. Sebagai tambahan, beberapa spesies burung dan kelelawar yang
diteliti untuk mendapatkan mangsa sepanjang hulu sungai di area penelitian. Proporsi isi dari kumpulan serangga udara
disusun dari sejenis serangga Chironomus berukuran kecil dan banyak dari mereka
yang dilewatkan atau dihindari oleh predator vertebrata. Chrionomus ini dapat
dikonsumsi oleh laba-laba kecil atau predator avertebrata lainnya, yang pada
gilirannya dapat menjadi mangsa dari vertebrata daratan.
Kelimpahan serangga udara yang lebih besar yang
berasal dari kemunculan serangga air dapat menjadi ciri dari wilayah ekosistem
tepi sungai, yang meningkatkan nilai mereka bagi hewan pemangsa serangga.
Pemangsaan atas serangga air berarti menjadi produktivitas sekunder yang dapat
mensubsidi jejaring makanan di sepanjang sungai pada wilayah tropis basah-kering selama musim
kemarau. Ini memungkinkan untuk menghitung seberapa penting subsidi dari
serangga air terhadap jejaring makanan di daratan menggunakan kelimpahan atau
teknik penambahan isotop stabil (Peterson & Fry 1987; Lajtha & Michener
1994). Penandaan menggunakan isotop dari predator daratan akan menunjukkan
tanda yang berkombinasi dari makanan yang dicerna. Model pencampuran sederhana,
menggunakan tanda yang berbeda dari serangga air dan sumber dari daratan, dapat
digunakan untuk menduga proporsi dari masing-masing kelompok. Seperti teknik
yang telah digunakan sebelumnya untuk menandai turunan karbon dan nutrien yang
penting di laut dari anadromus Salmon ke hulu dan jejaring makanan di tepi sungai
di Amerika utara (Hilderbrand et al 1999; MacAvoy et al. 2000; Helfield &
Naiman 2001).
REFERENSI
Frouz J, J
Matena, A Ali. 2003. Survival Stategies of Chironomids (Diptera: Chironomidae)
Living in Temporary Habitat: a Review. Eur
J Entomol 100: 459-465.
Lynch RJ,
SE Bunn, CP Catterall. 2002. Adult Aquatic Insects: Potential Contributors to Riparian Food Webs in
Australia's Wet–Dry Tropic. Austral
Eology 27 (5): 515-526.